Bulan Ramadan menjadi momen yang ditunggu para produsen peci rajut. Pasalnya, permintaan peci rajut selama Ramadan umumnya melonjak dari bulan biasa. Omzet mereka pun mencapai ratusan juta rupiah.Bulan Ramadan membawa berkah bagi para perajin peci rajut. Selama bulan puasa ini mereka kebanjiran pesanan. Didin Jahrudin, perajin peci rajut dari Garut, Jawa Barat mengaku sampai kelimpungan melayani pesanan yang masuk. "Permintaan peci selalu melonjak setiap bulan puasa dan bulan haji," kata pemilik PD Kaisar yang sudah menekuni usaha pembuatan peci sejak tahun 2002. Menurut Didin, produksi di bulan biasa hanya sekitar 2.000 pieces per bulan. Namun, di bulan Ramadan melonjak hingga 8.000 pieces. Ia mengaku, produksi sebanyak itu sudah mentok sesuai dengan kapasitas produksi yang dimilikinya. Dengan harga jual Rp 20.000-Rp 25.000 per peci, Didin bisa mengantongi omzet lebih dari Rp 100 juta setiap bulan puasa. Sementara omzet di bulan biasa hanya sekitar Rp 30 juta-Rp 40 juta. Peci rajut buatannya dipasarkan ke beberapa daerah, seperti Jakarta, Medan, Surabaya, dan kota besar lainnya di Indonesia. Selain di dalam negeri, ia juga kerap memperoleh pesanan untuk di ekspor ke Jeddah dan beberapa negara lain di Timur Tengah. "Pesanan ekspor biasanya kami terima jika permintaan dalam negeri sudah terpenuhi dengan baik," kata pria 40 tahun ini.Didin menilai, pasar peci rajut ke depan masih tetap menjanjikan. Hanya, ia selama ini terkendala modal untuk meningkatkan kapasitas produksi. Terlebih, kini sulit merekrut tenaga perajin peci rajut yang terampil. Ia bilang, bila tenaga perajin dan modal memungkinkan, berapa pun permintaan pasti kami dipenuhi.Tingginya permintaan peci selama Ramadan juga dirasakan Agung Budiman, pemilik Fatahillah Peci di Yogyakarta. Kendati pemain baru di bisnis ini, order yang diterimanya juga mentok hingga batas maksimal produksi, yakni 1.000 peci per bulan. "Terus terang kami belum sanggup melayani permintaan lebih dari ini," kata Agung yang memulai usaha ini sejak tahun 2010 lalu. Ia mengaku tertarik menggarap usaha ini karena permintaan peci rajut selalu tinggi di pasar. Terlebih bila Ramadan seperti sekarang. Dengan harga Rp 20.000 per peci, Agung bisa meraup omzet hingga Rp 20 juta dengan laba 15%-20%. Berbeda dengan produsen peci rajut lain yang memproduksi secara kontinu, Agung mengaku produksinya hanya disesuaikan dengan pesanan yang masuk. Pada bulan biasa, ia mengaku rata-rata hanya memproduksi sekitar 10 kodi atau 200 peci. Omzet hanya sekitar Rp 4 juta-Rp 5 juta. Ia berharap, dengan semakin gencar berpromosi lewat internet, mampu membuka celah pasar hingga ke Kalimantan. "Saat ini distribusi masih terbatas di wilayah Jawa Tengah saja," ujarnya.Bagi Agung, pembuatan peci ini memang masih usaha sampingan. Bisnis intinya sendiri intinya bergerak di bidang desain grafis. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Puasa, Omzet peci rajut naik lebih dari dua kali
Bulan Ramadan menjadi momen yang ditunggu para produsen peci rajut. Pasalnya, permintaan peci rajut selama Ramadan umumnya melonjak dari bulan biasa. Omzet mereka pun mencapai ratusan juta rupiah.Bulan Ramadan membawa berkah bagi para perajin peci rajut. Selama bulan puasa ini mereka kebanjiran pesanan. Didin Jahrudin, perajin peci rajut dari Garut, Jawa Barat mengaku sampai kelimpungan melayani pesanan yang masuk. "Permintaan peci selalu melonjak setiap bulan puasa dan bulan haji," kata pemilik PD Kaisar yang sudah menekuni usaha pembuatan peci sejak tahun 2002. Menurut Didin, produksi di bulan biasa hanya sekitar 2.000 pieces per bulan. Namun, di bulan Ramadan melonjak hingga 8.000 pieces. Ia mengaku, produksi sebanyak itu sudah mentok sesuai dengan kapasitas produksi yang dimilikinya. Dengan harga jual Rp 20.000-Rp 25.000 per peci, Didin bisa mengantongi omzet lebih dari Rp 100 juta setiap bulan puasa. Sementara omzet di bulan biasa hanya sekitar Rp 30 juta-Rp 40 juta. Peci rajut buatannya dipasarkan ke beberapa daerah, seperti Jakarta, Medan, Surabaya, dan kota besar lainnya di Indonesia. Selain di dalam negeri, ia juga kerap memperoleh pesanan untuk di ekspor ke Jeddah dan beberapa negara lain di Timur Tengah. "Pesanan ekspor biasanya kami terima jika permintaan dalam negeri sudah terpenuhi dengan baik," kata pria 40 tahun ini.Didin menilai, pasar peci rajut ke depan masih tetap menjanjikan. Hanya, ia selama ini terkendala modal untuk meningkatkan kapasitas produksi. Terlebih, kini sulit merekrut tenaga perajin peci rajut yang terampil. Ia bilang, bila tenaga perajin dan modal memungkinkan, berapa pun permintaan pasti kami dipenuhi.Tingginya permintaan peci selama Ramadan juga dirasakan Agung Budiman, pemilik Fatahillah Peci di Yogyakarta. Kendati pemain baru di bisnis ini, order yang diterimanya juga mentok hingga batas maksimal produksi, yakni 1.000 peci per bulan. "Terus terang kami belum sanggup melayani permintaan lebih dari ini," kata Agung yang memulai usaha ini sejak tahun 2010 lalu. Ia mengaku tertarik menggarap usaha ini karena permintaan peci rajut selalu tinggi di pasar. Terlebih bila Ramadan seperti sekarang. Dengan harga Rp 20.000 per peci, Agung bisa meraup omzet hingga Rp 20 juta dengan laba 15%-20%. Berbeda dengan produsen peci rajut lain yang memproduksi secara kontinu, Agung mengaku produksinya hanya disesuaikan dengan pesanan yang masuk. Pada bulan biasa, ia mengaku rata-rata hanya memproduksi sekitar 10 kodi atau 200 peci. Omzet hanya sekitar Rp 4 juta-Rp 5 juta. Ia berharap, dengan semakin gencar berpromosi lewat internet, mampu membuka celah pasar hingga ke Kalimantan. "Saat ini distribusi masih terbatas di wilayah Jawa Tengah saja," ujarnya.Bagi Agung, pembuatan peci ini memang masih usaha sampingan. Bisnis intinya sendiri intinya bergerak di bidang desain grafis. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News