Pukat UGM usulkan setiap koruptor dicabut hak politiknya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman mendorong agar setiap koruptor juga turut dikenakan hukuman pencabutan hak politik.

"Yang jadi pertanyaan justru mengapa tak seluruh koruptor juga dicabut hak politiknya?" katanya, Minggu (25/3).

Ia menambahkan, pencabutan hak politik bagi koruptor tepat dalam rangka memberikan efek jera bagi pelaku korupsi dan pejabat publik yang berniat korupsi.


"Pidana tambahan berupa pencabutan hak politik tepat dan perlu. Tujuannya agar pelaku korupsi tidak mudah mendapatkan jabatan politik setelah nanti selesai menjalani pidana," imbuhnya.

Pencabutan hak politik tercantum dalam Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang memberikan kewenangan kepada hakim untuk memutuskan untuk mencabut hak politik. Baik hak untuk memilih dan hak untuk dipilih untuk menduduki posisi jabatan publik.

Dari penelusuran KONTAN, setidaknya sejak 2014 ada sedikitnya 17 tersangka korupsi yang turut dicabut hak politiknya. Pencabutan hak politik bagi terpidana koruptor pertama kali diberikan kepada Inspektorat Jenderal Djoko Susilo atas partisipasinya dalam kasus korupsi simulator SIM.

Selain diputuskan mendapat hukuman di penjara selama 18 tahun penjara dan dena senilai Rp 1 miliar, hak politiknya untuk menduduki jabatan publik juga dicabut.

Terbaru adalah mantan Anggota Komisi V DPR Yudi Widiana Adi, yang tersangkut kasus korupsi pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara. Selain mendapatkan hukuman kurungan 9 tahun penjara dan denda senilai Rp 500 juta, Yudi juga dilarang untuk memilih maupun dipilih untuk mengisi jabatan publik selama lima tahun setelah vonis hukumannya selesai.

Beberapa nama besar dalam kancah politik nasional macam Luthfi Hasan Ishaaq (mantan Presiden PKS), Anas Urbaningrum (mantan Ketua Umum DPP Partai Demokrat), hingga Patrice Rio Capella (mantan Sekjen Nasdem) juga pernah dicabut hak politiknya.

Adapula beberapa kepala daerah seperti Ratu Atut Chosiyah (mantan Gubernur Banten), Fuad Amin (mantan Bupati Bangkalan), Raja Boneran Situmeang (mantan Bupati Tapanuli Tengah), hingga Akil Muchtar (mantan Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi) juga mengalami nasib serupa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini