Pukulan bertubi-tubi produk minyak sawit Indonesia



KONTAN.CO.ID - Pukulan bertubi-tubi sedang menerpa ekspor produk minyak kelapa sawit Indonesia. Selain ke produk minyak sawit mentah (CPO), pukulan juga terkena ke produk sawit yaitu biodiesel.

Setelah Uni Eropa menuduh Indonesia melakukan dumping terhadap produk biodiesel sehingga mengenakan pungutan besar, kini giliran Amerika Serikat (AS) dan India yang akan memproteksi pasarnya dengan mewacanakan pungutan tinggi terhadap produk biodiesel dan crude palm oil (CPO).

Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuels Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan mengatakan, kebijakan terbaru AS akan berdampak sangat besar pada ekspor biodiesel Indonesia. Berdasarkan catatan Aprobi, pada 2016, Indonesia mengekspor sekitar 400.000 kiloliter biodiesel ke Negeri Paman Sam. AS menjadi pasar ekspor terbesar biodiesel pasca Eropa mempersulit ekspor biodiesel.

Untuk itu, Paulus mendesak pemerintah untuk melakukan perundingan dengan pemerintah AS agar kebijakan ini tidak diterapkan. "Kalau diterapkan, kita tidak bisa ekspor ke AS, karena itu kita harus terus berjuang agar ketentuan penerapan tarif bea masuk tinggi bisa dihapus," tutur Paulus ke KONTAN, Kamis (24/8).

Selain itu, Paulus juga menilai pembukaan pasar baru biodiesel dan minyak sawit perlu diperluas ke negara-negara lain seperti China. Negara Tirai Bambu ini membutuhkan 180 juta kilo liter solar per tahun. Oleh karena itu saat ini Indonesia tengah melobi China untuk ekspor bahan bakar nabati (BBN) biodiesel 5% atau B5. Bila ekspor B5 terealisasi, diperkirakan kebutuhan biodiesel ke China mencapai 9 juta ton per tahun.

Sementara itu Direktur Keuangan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk Lucas Kurniawan mengatakan, kebijakan pungutan tinggi pada ekspor minyak sawit termasuk biodiesel akan berdampak pada perusahaan sawit. Nantinya, harga CPO dari Indonesia dan negara lainnya akan lebih mahal dibandingkan minyak nabati lainnya. "Jadi ini harus diantisipasi bersama," ujarnya.

Managing Director for Sustainability and Strategic Stakeholder Enggagement Golden Agri Resources Agus Purnomo menambahkan, pihaknya menunggu perkembangan penerapan pungutan tinggi pada ekspor CPO ini. Namun pelaku usaha juga tengah membahas cara mengantisipasi dampaknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini