Pulau Jawa terancam krisis listrik



JAKARTA. Jangan terkejut bila pada satu-dua tahun lagi, pemadaman listrik bergilir sering terjadi di sekitar tempat tinggal Anda, di Pulau Jawa. Penyebabnya, kenaikan kebutuhan listrik jauh lebih besar dibandingkan pertumbuhan pasokan. Bahkan, salah satu proyek pembangkit listrik yang sejatinya bisa menjadi solusi kurangnya pasokan, malah molor dari jadwal.

Adalah proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batang di Jawa Tengah yang mundur dari target tahun 2017. Hasil rapat koordinasi di Kementerian Koordinator bidang Perekonomian, Jumat (25/4) memastikan, PLTU berkapasitas 2 x 1.000 megawatt (MW) itu paling cepat selesai tahun 2018. Bahkan, ada kemungkinan operasional pembangkit listrik terbesar se-Asia Tenggara itu tahun 2019, mengingat tahap pembangunan baru mulai tahun ini dan butuh waktu sekitar 5 tahun untuk menyelesaikannya.

"Penundaan proyek ini pasti akan menimbulkan krisis listrik di Jawa," kata Direktur Utama PLN, Nur Pamudji, usai rapat.


Tahun ini, kebutuhan listrik di Jawa Bali mencapai 33.000 MW, tapi kapasitas PLN yang sudah terpasang hanya 30.000 MW. Perhitungan PLN dari tahun 2013-2022, rata-rata kebutuhan listrik tumbuh 8,4% per tahun. Tanpa tambahan pasokan listrik, selisih antara kebutuhan dan kapasitas terpasang semakin besar, sehingga pemadaman bergilir tak akan terelakkan pada tahun mendatang.

Kendala lahan

Akar masalah pembangunan PLTU Batang sebenarnya sangat klasik, yakni pembebasan lahan. Berdasarkan dana perkembangan pembebasan lahan untuk PLTU Batang yang didapat KONTAN per 12 Maret 2014, pembebasan lahan yang berlangsung sejak April 2013 hingga Maret 2014 hanya mencapai 12,68 hektare (ha)  saja. Jumlah itu turun tajam dibandingkan pembebasan lahan pada Januari-Maret 2013 sebanyak 83,69 ha.

Hingga saat ini, total pembebasan lahan mencapai 197,56 ha. Sedangkan kebutuhan lahan proyek senilai Rp 40 triliun ini seluas 226 ha.

Direktur Perencanaan dan Manajemen Resiko PLN, Murtaqin Syamsudin mengatakan lahan yang belum terselesaikan tersebut merupakan area krusial. Rencananya, lahan itu lokasi untuk penempatan powerblock, tempat turbin dan boiler. "Kalau masalah lahan itu belum selesai ya tidak bisa dibangun, tidak bisa dicicil-cicil," kata Murtaqin.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Hatta Rajasa, berharap, semua pihak bekerja keras untuk menyelesaikan proyek ini. Kendala pembebasan lahan seluas 29 ha harus segera teratasi dengan pendekatan yang baik. Hatta menargetkan, permasalahan ini harus tuntas paling lambat Oktober 2014. "Sehingga pembangunan bisa berlanjut dan PLTU beroperasi tahun 2018," kata Hatta.

Selain terkendala pembebasan lahan, PLTU Batang juga mendapat penolakan warga. Alasannya, bahan bakar PLTU berupa batubara dapat mencemari lingkungan.  Meski demikian, Menteri Keuangan Chatib Basri menekankan proyek tersebut harus tetap berjalan mengingat pentingnya peran pembangkit dalam memasok. Pemerintah daerah harus bisa menyelesaikan persoalan ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Adi Wikanto