JAKARTA. Sudah 10 tahun bencana semburan lumpur panas terjadi di Porong, Sidoarjo yang mengakibatkan sekitar 19 desa tenggelam. Selama hampir lima tahun, lumpur yang meluap dibuang ke Sungai Porong, lalu aliran sungai menghantarkan lumpur yang kemudian membentuk pulau baru di pesisir timur Sidoarjo. Warga sekitar menamakan pulau yang baru terbentuk dengan sebutan Pulau Sarinah atau Pulau Lusi (Lumpur Sidoarjo). Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengatakan, pulau reklamasi hasil timbunan lumpur pengerukan muara Sungai Porong ini memiliki luas total 94,00 Ha. Di dalam lahan reklamasi tersebut juga dibangun Tambak Wanamina seluas 4,90 Ha yang tujuan awalnya adalah untuk memantau perilaku biota ikan. Yakni, apakah ada pengaruh lumpur terhadap kehidupan ikan di muara. Berdasarkan hasil pengamatan selama tiga tahun berjalan, ikan tetap dapat hidup dengan baik bahkan telah berhasil memproduksi ikan bandeng. Sedangkan sisa lahan seluas 89,10 Ha belum dimanfaatkan secara optimal. Brahmantya menambahkan, kegiatan wisata di Pulau Lusi belum terkelola dengan baik karena sejak awal sejarah terbentuknya pulau adalah sebagai lahan pembuangan lumpur porong bukan untuk didesain sebagai destinasi wisata.
Pulau lumpur Sidoarjo akan jadi tempat wisata
JAKARTA. Sudah 10 tahun bencana semburan lumpur panas terjadi di Porong, Sidoarjo yang mengakibatkan sekitar 19 desa tenggelam. Selama hampir lima tahun, lumpur yang meluap dibuang ke Sungai Porong, lalu aliran sungai menghantarkan lumpur yang kemudian membentuk pulau baru di pesisir timur Sidoarjo. Warga sekitar menamakan pulau yang baru terbentuk dengan sebutan Pulau Sarinah atau Pulau Lusi (Lumpur Sidoarjo). Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (PRL), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengatakan, pulau reklamasi hasil timbunan lumpur pengerukan muara Sungai Porong ini memiliki luas total 94,00 Ha. Di dalam lahan reklamasi tersebut juga dibangun Tambak Wanamina seluas 4,90 Ha yang tujuan awalnya adalah untuk memantau perilaku biota ikan. Yakni, apakah ada pengaruh lumpur terhadap kehidupan ikan di muara. Berdasarkan hasil pengamatan selama tiga tahun berjalan, ikan tetap dapat hidup dengan baik bahkan telah berhasil memproduksi ikan bandeng. Sedangkan sisa lahan seluas 89,10 Ha belum dimanfaatkan secara optimal. Brahmantya menambahkan, kegiatan wisata di Pulau Lusi belum terkelola dengan baik karena sejak awal sejarah terbentuknya pulau adalah sebagai lahan pembuangan lumpur porong bukan untuk didesain sebagai destinasi wisata.