Pulihkan Industri Manufaktur, Apindo: Banyak Hal yang Harus Dibenahi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja industri manufaktur nasional cukup mengkhawatirkan, lantaran kembali terkontraksi. Berdasarkan laporan S&P Global, Purchasing Manager’s Indeks (PMI) manufaktur Indonesia berada di level 48,9 pada Agustus 2024, atau turun 0,4 poin dibandingkan bulan Juli 2024 yang berada di level 49,3.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menyampaikan, penurunan PMI manufaktur disebabkan oleh lemahnya permintaan pasar domestik. 

Ditambah lagi, pasar domestik pun terus digempur produk-produk impor ilegal. Tak hanya itu, permintaan ekspor pun sedang lesu belakangan ini.


Baca Juga: PMI Manufaktur Indonesia Menurun per Agustus 2024, Begini Tanggapan Apsyfi

“Inflasi beban usaha juga masih terjadi dan banyak produsen yang mengalami hambatan pasokan bahan baku/penolong impor, sehingga kinerja PMI masuk ke zona kontraksi,” kata dia, Senin (2/9).

Sejauh ini, subsektor manufaktur yang paling terdampak oleh anjloknya PMI manufaktur nasional adalah industri padat karya seperti tekstil atau garmen.

Para pelaku usaha sejatinya sudah mengupayakan semua yang bisa dilakukan untuk mempertahankan kinerja. Mulai dari peningkatan efisiensi beban usaha hingga menyeimbangkan produksi dengan permintaan pasar agar tidak terjadi surplus produksi.

Namun, banyak hal yang tidak bisa dikendalikan pelaku usaha. Salah satunya adalah permintaan pasar domestik yang memang stagnan karena tidak adanya momentum konsumsi. Daya beli masyarakat pun cenderung melemah karena berakhirnya sebagian subsidi dan adanya peningkatan beban pengeluaran untuk membayar utang.

“Selain itu, ada juga berbagai kendala regulasi yang membatasi upaya pelaku usaha untuk meningkatkan produktivitas, seperti regulasi perizinan usaha, impor, dan lain-lain,” ungkap Shinta.

Baca Juga: PMI Manufaktur Agustus 2024 Turun Lagi, Ini Kata Menperin

Apindo menegaskan, tidak ada solusi ajaib apa pun untuk memperkuat daya saing industri manufaktur nasional. Dibutuhkan perubahan ekosistem kebijakan di sektor manufaktur nasional secara menyeluruh dengan mempertimbangkan konektivitas dan daya saing pasar dari hulu hingga hilir.

Dengan kata lain, seluruh solusi membutuhkan kerja sama pemerintah dengan pelaku usaha terkait peninjauan kebijakan-kebijakan industri manufaktur yang ada saat ini agar sesuai dengan tuntutan permintaan pasar domestik maupun global.

“Tidak bisa instan. Perlu waktu dan proses bersama secara berkesinambungan agar upaya peningkatan daya saing industri nasional bisa terlangsung secara berkelanjutan,” jelas dia.

Lantas, ada beberapa hal yang dibutuhkan para pelaku usaha di tengah perlambatan kinerja industri manufaktur. Di antaranya adalah kepastian transisi kepemimpinan yang mulus tanpa gangguan sosial-politik yang berarti.

Baca Juga: PMI Manufaktur Indonesia Kembali Kontraksi, Kemenperin Jelaskan Sebabnya

Selain itu, diperlukan stimulasi dari sisi produksi seperti kemudahan memperoleh bahan baku/penolong impor bagi industri manufaktur, kemudahan pembiayaan usaha yang terjangkau, perluasan akses pembiayaan ekspor, pencegahan tumpang tindih aturan, fasilitasi perizinan investasi, dan lain-lain.

Pelaku usaha juga meminta adanya pengamanan daya beli pasar domestik yang bisa dilakukan dengan cara mengendalikan inflasi kebutuhan pokok masyarakat, stimulus konsumsi kelas menengah, dan lain sebagainya.

“Kami juga meminta penerapan kebijakan pengetatan impor ilegal dan mendukung produksi dalam negeri,” tandas Shinta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi