KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Puluhan aktivis yang memiliki concern terhadap kondisi hukum dan demokrasi Indonesia menyurati lima ketua umum partai politik agar mengusung hak angket atas kecurangan pada Pemilu 2024. Mereka di antaranya adalah Novel Baswedan, Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, Usman Hamid, Feri Amsari, Saut Situmorang, Fatia Maulidiyanti, Haris Azhar, Pandji Pragiwaksono hingga Herdianzah Hamzah. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII), Usman Hamid menegaskan bahwa surat tersebut ditujukan untuk lima ketua umum partai.
Baca Juga: Perkumpulan Jaga Pemilu Mendesak Ada Perbaikan Sirekap dan Audit Independen KPU Yakni Ketum PDIP, Megawati Soekarno Putri, Surya Paloh (NasDem), Mardiono (PPP), Muhaimin Iskandar alias Cak Imin (PKB), dan Ahmad Syaikhu (PKS). Kata dia, ada berbagai peristiwa dan fakta yang mengonfirmasi proses pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilu 2024 di atas. Pada sebagiannya, ada kecurigaaan yang makin meluas dan memvalidasi suatu indikasi yang sangat kuat, berupa: terjadinya praktik-praktik kecurangan pemilu. Di dalam pemantauan Kami, kata Usman, dugaan kecurangan penyelenggaraan pemilu yang dipersoalkan oleh Masyarakat, terjadi bukan hanya pada saat hari pencoblosan 14 Fabruari 2024.
Baca Juga: Sudirman Said: JK dan Hasto Sudah Bertemu, Salah Satunya Bahas Hak Angket "Tetapi juga sejak awal proses penyelenggaraan pemilu hingga pasca pelaksanaan proses penghitungan suara yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan aparatur kekuasaan lainnya," ungkap Usman dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id, Senin (11/3). Lebih lanjut, kata dia, peristiwa di atas tidak hanya menyakiti hati nurani rakyat tetapi juga menimbulkan keresahan yang makin meluas di Masyarakat. Ada banyak diskursus dengan berbagai ekspresi di kalangan Masyarakat maupun di media sosial serta muncul dan meluasnya, pernyataan sikap dari guru besar dan dosen-dosen dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia. "Kini, ekspresi itu sudah bermetamorposa menjadi berbagai bentuk aksi demonstrasi berupa TOLAK KECURANGAN PEMILU," ungkapnya.
Baca Juga: Sebut Pemilu 2024 yang Terburuk, JK: Diatur Orang Pemerintahan dan yang Punya Uang Bagi mereka, antusiasme rakyat untuk memilih dan menyambut pemimpin baru (presiden dan wakil presiden) serta anggota dewan seolah menjadi runtuh, ambruk dan roboh karena dugaan kecurangan makin sempurna hingga menimbulkan masifitas kecurigaan disebagian besar tahapan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024. "Jika dilakukan pembiaran atas fakta kecurangan di atas, hal itu akan membuat hukum dan penegakannya dihinakan serta demokrasi makin terjungkal dan menjadi terperosok hingga tidak lagi dari, untuk dan oleh rakyat," ungkapnya. Sementara itu, pelaku kecurangan pemilu terus bersimaharajalela dan menjadi kian bengis, tak lagi sekedar menghidupkan preseden busuk dan bejat di dalam suatu proses pemilu. "Kesemuanya itu meninggikan keburukan kekuasaan karena berpijak pada sifat durjana serta sekaligus mendekonstruksi dan mendelegitimasi kehormatan presiden selaku pemimpin negara maupun anggota dewan selaku wakil rakyat," sambungnya.
Baca Juga: Hak Angket Kecurangan Pemilu, Nasdem Siap Gulirkan Tanpa PDI-P Akibat lebih lanjutnya akan berdampak pada hadirnya ketidakpatuhan masyarakat pada pimpinan kekuasaan dan berbagai kebijakan negara yang dihasilkannya. Itu sebabnya, tidak ada pilihan lain, para aktivis menilai bahwa semuanya harus menyelamatkan hukum, penegakan hukum serta demokrasi dan demokratisasi di Indonesia melalui pemilu jujur, adil dan bersih dari praktik kecurangan. Usman bilang, Partai politik di dalam sistem demokrasi adalah roh dan sekaligus marwah dari demokrasi itu sendiri. Hal diatur secara jelas di dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah (UU MD3). "Itu artinya partai politik memiliki kekuasaan terhadap para politisi yang menjadi anggota DPR," tegas dia. Anggota DPR menurut Pasal 20A ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dan Pasal 79 ayat (1) huruf b jo. Ayat (3) UU MD3, DPR seperti di atas, memiliki fungsi untuk melakukan Hak Angket guna melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Baca Juga: Jusuf Kalla: Bagi Saya, Pemilu 2024 yang Terburuk dalam Sejarah Indonesia Adapun, dalam konteks pelaksanaan pemilu, hak penyelidikan ditujukan pada pelaksanaan terhadap Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan anggota DPR selaku wakil rakyat pada pelaksanaan Pemilu Tahun 2024. Untuk itu, Partai Politik sebagai institusi yang mengorganisasikan wakil rakyat sudah seharusnya menggerakkan dan mendorong DPR untuk menggunakan Hak Angket guna melakukan penyelidikan fakta masifitas kecurangan pemilu.
"Kesemunya itu ditujukan untuk menyelamatkan hasil pemilihan umum 2024 dan sekaligus untuk merespons keresahan yang sudah menuju pada kesangsian masyarakat serta untuk mencegah terjadinya berbagai kerusuhan, huru-hara dan pembangkangan pada institusi kekuasaan di kalangan masyarakat," ucapnya. Sekali lagi, ia menegaskan bahwa partai politik memiliki peran penting untuk mengkonsolidasi, mengaktivasi pengerahan dan menggerakan fraksi-fraksi anggota DPR untuk mengajukan dan melakukan Hak Angket penyelenggaraan Pemilu 2024. "Kami sangat meyakini dan mempunyai harapan yang sangat besar, para partai politik akan menyelematkan bangsa ini sehingga dengan sengaja terlibat intensif untuk menjaga hukum, penegakan hukum dan demokrasi serta demokratisisi di Indonesia dengan menyelamatkan Pemilu 2024," pungkasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto