Pundi-Pundi Keuangan PLN Akan Semakin Mantap Dengan Dua Bisnis EBT



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT PLN menggali peluang-peluang bisnis lain di sektor energi baru terbarukan (EBT) untuk mengikuti haluan kiblat dunia yang makin serius melakukan transisi energi.      Ada dua ceruk bisnis potensial yang akan mendatangkan pundi-pundi cuan bagi PLN yakni Renewable Energy Certificate (REC) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di mana  potensi pendapatan tambahannya hingga triliunan rupiah.

REC merupakan instrumen sertifikat yang dijual kepada industri untuk mendapat pengakuan penggunaan energi terbarukan. Sertifikat ini memvalidasi produksi Tenaga Listrik per megawatt-hour (MWh) yang berasal dari pembangkit EBT. Satu sertifikat mewakili produksi energi 1 MWh yang dibanderol Rp 35.000 per unit.

Sertifikat energi terbarukan ini laris manis dibeli industri karena kebutuhan  listrik bersih semakin penting. PLN mencatatkan transaksi REC tumbuh lebih dari 10 kali lipat dibanding 2021 dengan lebih dari 300 Corporate Buyer.


Salah satu industri yang membutuhkan REC ialah eksportir pakaian. Mereka harus menyematkan label hijau pada produknya agar dapat bersaing di negara sekelas Uni Eropa yang ketat pada aspek lingkungan hidup. Pasalnya saat ini era green textile yang akan mendominasi pasar.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API), Rizal Tanzil Rakhman mengakui, sertifikat energi terbarukan (REC) cukup membantu dalam upaya dekarbonisasi di industri  garmen.

“REC cukup membantu untuk meyakinkan buyer terhadap komitmen perusahaan dalam pengurangan emisi,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Sabtu (30/12).

Belakangan perusahaan garmen dan tekstil ramai-ramai membeli REC PLN.

Baru-baru ini ada PT Nesia Pan Pacific Knit di Jawa Tengah membeli 147 unit REC atau setara 75% dari total pembelian listriknya dengan harga Rp 35.000 per-unitnya.

Direktur PT Nesia Pan Pacific Knit, Yoon Joonghyeok menyatakan dukungan transisi energi bersih. “Harapannya di waktu mendatang pihaknya dapat berkontribusi maksimal dengan pembelian REC 100%,” ujar dia dalam keterangan resmi, Senin (30/10).

Sebelumnya juga ada PT Winners International, eksportir tekstil yang  menyepakati pembelian REC selama 10 tahun sesuai dengan akumulasi pemakaian listrik selama 3 bulan. Adapun pemakaian listrik rata-rata PT Winners International sendiri sekitar 280 MWh per bulannya.

Sampai dengan Oktober 2023, total penjualan REC di wilayah Jawa Tengah dan DIY total sebanyak 90.555 unit sertifikat. Pelanggan yang melakukan transaksi REC berasal dari sektor yang bervariasi mulai dari industri, manufaktur, pemerintahan, hingga bangunan cagar budaya.

Berdasarkan hitungan Kontan.co.id, penjualan REC per Oktober 2023 di Jawa Tengah dan DIY saja sudah mencapai Rp 3,16 miliar.

Selain industri garmen, industri consumer goods juga mengandalkan REC PLN untuk membantu mengikis emisi di pabriknya.  

Baru-baru ini Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia menandatangani Perjanjian Jual Beli REC sebesar 90 Gigawatt Hour (GHW) atau sebanyak 90.211 unit hingga tahun 2025. Nantinya, REC ini akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan Pabrik Bekasi 1 yang merupakan pabrik terbesar milik CCEP Indonesia.

PLN akan melakukannya dalam tiga tahap selama tiga tahun. Dengan rincian, 14.079 unit REC di tahun 2023, 29.566 unit REC di tahun 2024, dan 46.566 unit REC di tahun 2025. Sehingga, total penyalurannya sebanyak 90.211 unit REC.

Direktur Public Affairs, Communications, and Sustainability CCEP Indonesia Lucia Karina mengatakan, REC PLN, akan membantu CCEP Indonesia mengurangi ketergantungan peralatan berbasis energi fosil di pabrik dan kantor.

“Kami juga berupaya mendorong rekan-rekan kami, termasuk supplier-supplier yang ada di sini untuk bisa melakukan upaya renewable energy. Sehingga, mereka pun juga bisa melakukan hal yang sama, menyelamatkan bumi ini dari kenaikan emisi karbon yang luar biasa tidak terkendali saat ini,” ujar Karina dalam keterangan resmi Selasa (19/12).

Sejumlah perusahaan konglomerat seperti Grup Sinar Mas dan Astra Group juga kerap membeli REC PLN.

Pada Juli 2023 lalu, PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) bagian dari Sinar Mas memborong 180.000 unit REC PLN setara dengan 180 GWh energi terbarukan. Sinar Mas Land juga membeli REC PLN untuk 5 gedung milik Sinar Mas Land di antaranya Sinar Mas Land Plaza Thamrin, Sinar Mas Land Plaza BSD City, My Republic Plaza BSD City, Green Office Park 1 BSD City, dan Green Office Park 9 BSD City. Penyediaan tahap 1 sebesar 613 MWh dan dilakukan secara bertahap yang akan tercapai 100% pembelian REC pada bulan Januari 2025.

Kemudian perusahaan Astra Group, PT United Tractors Pekanbaru membeli 493 unit atau setara 493 MWh.

Direktur Retail dan Niaga PLN, Edi Srimulyanti menyampaikan, sejak diterbitkan pada tahun 2020, layanan REC PLN semakin diminati para pelaku industri yang sadar akan ancaman perubahan iklim.

“Tercatat, sampai November 2023, permintaan REC PLN tumbuh lebih dari 10 kali lipat dibanding 2021 dengan lebih dari 300 Corporate Buyer dengan realisasi hingga November 2023 mencapai 5,15 TWh,” ujarnya.

Melansir data realisasi dan proyeksi penjualan REC PLN 2021-2023, jumlah REC yang terjual sebesar 3.089.494 MWh sampai November 2023. Dari hitungan manual Kontan.co.id, nilai transaksi dari hasil penjualan ini sekitar Rp 108,13 miliar.

Sejauh ini, ada lima pembangkit yang sudah terdaftar untuk memenuhi permintaan REC dari pembeli korporat dengan kapasitas produksi mencapai 3 juta REC setiap tahunnya.

Perinciannya, PLTP Kamojang 140 MW dengan kapasitas produksi 993 GWh per tahun, PLTA Bakaru 130 MW dengan kapasitas produksi 896 GWh per tahun, PLTP Lahendong 80 MW dengan kapasitas produksi 700 GWh per tahun, PLTP Ulubelu 110 MW dengan kapasitas produksi 720 GWh per tahun, serta PLTM Lambur 2×4 MW dengan kapasitas 20 GWh per Tahun.

Meski pelaksanaan jual beli REC ini semakin ramai, di sisi hulu yakni produsen listrik independen terbarukan, Medco Power meminta agar bagi hasil penjualan sertifikat lebih diperjelas.

Direktur Utama Medco Power, Eka Satria menjelaskan, sejatinya bisnis REC akan memberikan pendapatan tambahan bagi perusahaan pengembang EBT.

“Hanya saja REC ini marketnya dengan PLN dan (hasilnya) diambil oleh PLN. Ini satu hal yang harus dibicarakan bahwa ada pembagian yang sama sehingga pemain juga bisa menikmati,” ujarnya dalam acara Arifin Panigoro Dialog seri ke-8: “Refleksi 2023 dan Outlook 2024: Indonesia Menuju Energi Bersih dan Ekonomi Hijau yang Inklusif” di Jakarta, Rabu (21/12).

PLN mengembangkan kerja sama REC melalui berbagai cara, salah satunya bersinergi dengan perusahaan swasta mengoptimalkan akses sertifikat EBT ini.    

Misalnya saja PLN Unit Induk Distribusi (UID) Jawa Barat berkolaborasi dengan Xurya, startup energi terbarukan PLTS dan SUN Energy untuk meningkatkan akses REC.

Deputy CEO SUN Energy, Dionpius Jefferson menjelaskan saat ini pihaknya bekerja sama dengan PLN menjual REC yang sumber listriknya dari pembangkit geothermal.

“Melalui kerja sama ini, pelanggan baru akan mendapatkan insentif dari pembelian REC sehingga minat pemasangan PLTS dapat lebih besar lagi,” ujarnya di Jakarta Senin (11/12).  

Dion memberikan gambaran, jika pelanggan baru membeli REC PLN, perizinan akan dipermudah dan pemasangan PLTS Atap bisa lebih dari 15% dari kapasitas listrik terpasang. Sebelumnya PLN memiliki kebijakan melimitasi pemasangan surya atap tidak lebih dari 10%-15%.

“REC nya nanti akan dibeliin oleh SUN Energy untuk pelanggan baru ini. Insentif seperti ini bisa menjadi kekuatan baru bisnis PLTS di tahun depan,” ujar Dion.

Sejumlah ahli menilai REC bisa memudahkan akses dan mengakselarasi penggunaan EBT. Berdasarkan laporan Financing the Energy Transition: How Governments Can Maximise Corporate Investment yang diterbitkan Lembaga nirlaba internasional, masih banyak hambatan kebijakan pemanfaatan energi hijau.

Direktur Energi Climate Group, Sam Kimmins menjelaskan hambatan ini terbagi dalam tiga tema umum, yakni ketersediaan listrik terbarukan di suatu negara atau wilayah, aksesibilitas listrik ini untuk penggunaan perusahaan, dan keterjangkauan listrik terbarukan di beberapa pasar.

“Ada sejumlah rekomendasi kebijakan yang dapat digunakan untuk membuka potensi ekonomi yang besar dari energi terbarukan. Salah satunya meningkatkan transparansi dan tambahan sertifikat energi terbarukan (REC),” tulis laporan tersebut.

Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Strategi Percepatan Penerapan Energi Transisi dan Pengembangan Infrastruktur Energi Ego Syahrial menyatakan REC adalah instrumen pengakuan atas penggunaan EBT dan sebagai opsi pengadaan untuk pemenuhan target penggunaan EBT yang lebih transparan, dan tentunya akan mendorong pasar energi terbarukan.

"REC diterbitkan berdasarkan produksi 1 MWh energi listrik dari pembangkit EBT, dengan standar yang diakui secara internasional. REC ini harus melalui suatu proses tracking system dan due diligence yang dilakukan oleh badan internasional," imbuh Ego.

Editor: Adi Wikanto