LABUAN BAJO. Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Boni Jebarus mendesak Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) NTT agar segera turun tangan menyelidiki aksi pungutan liar (pungli) terhadap kapal pesiar yang marak di pelabuhan laut Labuan Bajo, Manggarai Barat. Menurut Bonjer, sapaan akrab Boni, kasus dokter Pina Yanti Pakpahan yang membongkar praktek pungli di Kantor Kesehatan Pelabuhan wilayah kerja Labuan Bajo, menjadi kotak pandora untuk membongkar carut-marut di pelabuhan itu sebagai destinasi wisata. “Saya minta dengan hormat kepada Kapolda NTT mengambil langkah progresif terhadap kasus ini. Ada dua hal utama yang harus diperhatikan oleh Kapolda, yakni dugaan ancaman yang dialami dokter Pina yang ingin membongkar praktek pungli dan dugaan praktek pungli yang akut dan bisa saja sistemik di Pelabuhan Labuan Bajo,” kata Bonjer, Selasa (23/5) malam.
Selain pungli, Bonjer juga menyinggung soal hak dari buruh tenaga kerja bongkar muat, yakni hak atas jaminan ketenagakerjaan, jaminan kematian, jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan sosial bahkan diberikan perumahan dijamin oleh aturan. Tetapi, sampai saat ini, lanjut Bonjer, hak dari buruh bongkar muat ini tidak mendapat perhatian dari otoritas pelabuhan Labuan Bajo. Padahal, sesuai SKB dua Dirjen dan satu deputi, Dirjer Perhubungan Laut, Dirjen Tenaga Kerja dan satu Deputi Bagian Ekonomi Koperasi menjamin pemenuhan atas hak buruh, sekaligus buruh bisa membuat koperasi. “Mengapa semua ini tidak dilakukan Kepala Syahbandar Labuan Bajo. Dugaan saya, pungli di sana melibatkan banyak pihak dan mentalitas instansi tidak mau repot dengan mekanisme birokrasi. Padahal pemerintah sudah siapkan perangkat online untuk biaya pengurusan, tetapi pengusaha tidak mau repot dengan itu. Lebih banyak manual dan praktis sehingga akhirnya berujung pada pungli,” jelas politisi Partai Demokrat itu. Terkait dengan itu, Kepala Bidang Humas Polda NTT, AKBP Jules Abraham Abast mengatakan, Polri bertindak sesuai dengan hukum yang berlaku. "Kasus pengancaman yang dilaporkan dokter Pina Pakpahan saat ini sedang dalam proses penyelidikan dan penyidikan. Mudah-mudahan dalam waktu dekat, segera dapat ditindaklanjuti dan dituntaskan," katanya. “Kalau terkait dugaan pungli yang sudah berjalan sekian lama, tentunya perlu dilakukan penyelidikan terlebih dahulu, dengan mengumpulkan bukti-bukti dan mencari alat bukti, serta barang bukti yang dapat mendukung dalam pembuktian dugaan perkara pungli itu. Kita tidak mau dibilang melakukan tindakan kriminalisasi,” imbuh Jules. Sebelumnya diberitakan, gara-gara ingin membongkar pungutan liar di tempat kerjanya, Pina Yanti Pakpahan, dokter yang bertugas di Kantor Kesehatan Pelabuhan wilayah kerja Labuan Bajo, Manggarai Barat diancam oleh atasannya. Tak terima dengan ancaman itu, dokter Pina melaporkan Marsel Elias selaku Koordinator Kantor Kesehatan Pelabuhan Wilayah Kerja Labuan Bajo ke Kepolisian Resor setempat. Pina Yanti Pakpahan, Senin (22/5) mengatakan, kejadian itu bermula ketika datang seorang agen kapal speedboat Rajo Go Ema Clearance ke kantor kesehatan pelabuhan. Speed boat itu, beratnya lima GT. Setelah, ia membantu menerbitkan dokumennya, sang agen lalu memberikan uang sebanyak Rp 30.000.
"Saya terkejut karena kapal di bawah 7 GT menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2013 pasal 5, tidak dikenakan tarif alias gratis. Saya lalu kembalikan uangnya dan saya beritahu pada agen bahwa mohon maaf kalau untuk kapal dengan GT di bawah 7 GT tidak dikenakan tarif,” kata Pina. Bebas tarif juga berlaku untuk pelayanan penerbitan sertifikat izin karantina, penerbitan sertifikat sanitasi kapal, penerbitan buku kesehatan kapal, penerbitan port
health quarantine clearance dan penerbitan sertifikat pertolongan pertama pada kecelakaan. (Sigiranus Marutho Bere) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Dupla Kartini