Pungutan Cukai untuk Rumah Hingga Detergen Dikhawatirkan Rugikan Ekonomi Indonesia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direkrotat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa ada beberapa barang yang masuk dalam daftar pra-kajian untuk dijadikan objek cukai.

Beberapa di antaranya adalah rumah, tiket pertunjukan hiburan seperti konser musik, fastfood (makan siap saji), hingga tissue. Lebih lanjut, smartphone, MSG, batubara hingga detergen juga masuk dalam radar prakajian pengenaan cukai.

Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan apabila pemerintah benar-benar memungut cukai atas produk-produk tersebut, maka akan berdampak pada peningkatan harga yang harus ditanggung oleh konsumen.


Baca Juga: Soal Rencana Ekstensifikasi Cukai, DJBC: Masih Usulan

Alhasil, pungutan cukai tersebut akan mengganggu daya beli masyarakat. "Harga-harga barang itu akan jadi lebih mahal. Misalnya rumah, jika dikenakan cukai 1% saja sudah berapa juta sendiri," ujar Huda kepada Kontan.co.id, Rabu (24/7).

Selain itu, pengenaan cukai untuk rumah, tiket konser, tissue, makanan siap saji, smarpthone, batubara hingga detergen harus ada penelitian terakreditasi yang menyatakan bahwa barang-barang tersebut mempunyai dampak negatif.

Namun dari daftar prakajian tersebut, hanya batubara yang layak dikenakan cukai. Namun dampaknya akan berdampak ke industri dan kenaikan harga listrik.

"Barang lainnya tidak tepat dikenakan cukai. Dampak negatif dari adanya rumah apa? Kan gak ada juga. Tiket konser juga menimbulkan dampak negatif apa? Kan harus dijawab melalui kajian terlebih dahulu," tanya Huda.

Baca Juga: Pemerintah Berencana Pungut Cukai Untuk Empat Produk Plastik Ini

Dengan begitu, Huda menilai, apabila pemerintah ingin menerapkan cukai terhadap barang-barang yang tercantum dalam pra-kajian tersebut, maka sudah tidak sesuai dengan tujuan pengenaan cukai.

Dirinya menjelaskan, tujuan dari pengenaan cukai adalah untuk mengurangi konsumsi barang-barang yang mempunyai eksternalitas negatif apabila dikonsumsi bukan untuk memperkuat keuangan negara.

Sebut saja konsumsi rokok yang bisa menimbulkan eksternalitas negatif berupa penyakit pernapasan. Begitu juga dengan produk plastik yang berdampak kepada pencemaran lingkungan, serta minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang bisa memicu penyakit tidak menular seperti diabetes.

Baca Juga: Industri Hilir Plastik Tertekan, Aphindo Beberkan Persaingan dengan Barang Impor

"Memang akan ada dampak ke inflasi dan daya beli namun dampaknya akan terbatas dan temporer. Toh juga memang tujuannya untuk mengurangi konsumsi barang tersebut," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli