Pungutan Ekspor CPO Dinilai Memberatkan, DPR: Pabrik dan Petani Bisa Bangkut



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anjloknya harga tandan buah segar (TBS) sawit dan belum pulihnya ekspor minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) membuat industri dan petani kelapa sawit kesulitan. Hal ini semakin dinilai makin diperparah dengan ada beragam kebijakan pemerintah yang semakin membuat industri dan petani tertekan, salah satunya yaitu pungutan ekspor CPO.

Anggota Komisi IV DPR Bambang Purwanto menilai saat ini tarif pungutan ekspor CPO yang tinggi, sedangkan harga komoditas tersebut di pasar internasional sedang berfluktuasi. 

"Karena pungutannya besar, eksportir kita tidak mampu bersiang di luar," kata dia dalam keterangannya, Senin (11/7).


Selain berdampak pada industri, beban pungutan ekspor ini juga dinilai menekan para petani sawit. Di tengah amblasnya harga TBS sawit, petani saat ini sedang kelimpungan menjual hasil panennya karena produsen sendiri tengah mengalami over stock di tangki-tangki miliknya.

Baca Juga: Startup Agritech AgriAku Raih Pendanaan Seri A 520 Miliar untuk Ekosistem Petani

"Mereka (petani) pada saat mengembangkan sawit, butuh dana besar, mereka mengagunkan rumah untuk pinjam ke bank. Saat sekarang mau bayar angsuran, tidak bisa. Itu berpotensi terjadi kemiskinan massal. Sehingga pemerintah harus memperhatikan itu," tegas dia.

Oleh sebab itu, lanjut Bambang, dirinya meminta pemerintah untuk sementara menghilangkan pungutan ekspor CPO demi menyelamatkan nasib pabrik kelapa sawit dan para petani yang jumlahnya sangat besar.

"Dengan menghilangkan sementara pungutan ekspor, itu bisa menyelamatkan pabrik kelapa sawit dan petani sawit khususnya. Karena jumlah petani swadaya ini jumlahnya cukup besar. Kalau (pemerintah) tidak mengalah, itu pabrik kelapa sawit dan petani bisa bangkrut. Kalau semua bangkrut, itu artinya sumber minyak goreng bakal hilang," jelasnya.

"Makanya harus stop dulu sementara, atau kalau memang masih perlu dana pungutan ekspor tarifnya diperkecil. Sehingga eksportir kita bisa bersaing," tutup Bambang. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi