KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menegaskan angka acuan harga minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang dijadikan patokan dalam penurunan pungutan ekspor CPO di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terbaru, tidak bertentangan atau melebihi acuan dalam rilis dari Kementerian Koordinator Perekonomian. Selisih tersebut terjadi karena acuan di PMK sudah disertai biaya transportasi dan mengacu pada harga referensi CPO dari Kementerian Perdagangan. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menegaskan, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/2018 menerapkan tata pungutan baru berdasarkan batasan lapisan nilai harga CPO. Dalam lampiran dirinci, pungutan ekspor produk CPO dan turunannya bakal dikosongkan saat harga CPO di bawah US$ 570 per ton. Padahal di rilis Kemenko Perekonomian sebelumnya disebutkan bahwa pungutan dilakukan saat harga CPO di bawah US$ 500 per ton. "Ada selisih US$ 70 dengan kebijakan lalu. US$ 500 adalah harga di pasar saat itu, acuan dari Bloomberg Sharia index Malaysia derivatif, itu harga di pasar," kata Susiwijono, Rabu (5/12).
Pungutan ekspor dikenakan kalau harga CPO melebihi US$ 570 per ton
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah menegaskan angka acuan harga minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) yang dijadikan patokan dalam penurunan pungutan ekspor CPO di Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terbaru, tidak bertentangan atau melebihi acuan dalam rilis dari Kementerian Koordinator Perekonomian. Selisih tersebut terjadi karena acuan di PMK sudah disertai biaya transportasi dan mengacu pada harga referensi CPO dari Kementerian Perdagangan. Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menegaskan, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 152/2018 menerapkan tata pungutan baru berdasarkan batasan lapisan nilai harga CPO. Dalam lampiran dirinci, pungutan ekspor produk CPO dan turunannya bakal dikosongkan saat harga CPO di bawah US$ 570 per ton. Padahal di rilis Kemenko Perekonomian sebelumnya disebutkan bahwa pungutan dilakukan saat harga CPO di bawah US$ 500 per ton. "Ada selisih US$ 70 dengan kebijakan lalu. US$ 500 adalah harga di pasar saat itu, acuan dari Bloomberg Sharia index Malaysia derivatif, itu harga di pasar," kata Susiwijono, Rabu (5/12).