KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persepsi risiko terhadap Indonesia kembali naik. Hal ini tercermin dari level Credit Default Swap (CDS), khususnya tenor lima tahun yang naik dalam sebulan terakhir. Merujuk Bloomberg, level CDS 5 tahun Indonesia pada 13 September 2021 sempat berada di level 66,50, namun angka tersebut terus naik hingga sempat menyentuh level 95,81 pada Senin (11/10). Director & Chief Investment Officer Fixed Income Manulife Aset Manajemen Indonesia Ezra Nazula menjelaskan, naiknya CDS Indonesia tidak terlepas dari sentimen global, yakni kekhawatiran stagflasi seiring terjadinya lonjakan harga minyak dan energi sehingga terjadi risk off di global.
Selain itu, yield US Treasury yang sempat naik dari 1,3% ke 1,6% juga turut menimbulkan kekhawatiran pelaku pasar. Namun, dengan turunnya yield US Treasury ke level 1,52%, level CDS Indonesia juga mengalami perbaikan. Pada Kamis (14/10) CDS berada di level 86,46.
Baca Juga: Gejolak sentimen eksternal picu kenaikan persepsi risiko Indonesia (CDS) “Kami melihat ketika yield US Treasury mulai stabil kembali, maka investor akan fokus kembali fundamental. Pasar obligasi Indonesia sendiri masih menawarkan real yield yang menarik dengan kondisi makro fundamental Indonesia yang kuat dan nilai tukar yang stabil,” kata Ezra ketika dihubungi Kontan.co.id, Kamis (14/10). Sementara Portfolio Manager Sucorinvest Asset Management Gama Yuki menambahkan, kenaikan CDS Indonesia kemarin juga bersamaan dengan koreksi yang terjadi di pasar obligasi, di mana yield SBN acuan 10 tahun sempat naik dari level 6.16% ke level 6.36%. Kendati begitu, menurutnya level CDS Indonesia saat ini masih cukup normal sehingga investor tidak perlu khawatir. Hal ini berbeda dengan kondisi CDS Indonesia pada awal pandemi Covid-19 yang sempat melonjak hingga ke level 200. “Ke depan, Investor masih akan wait and see menunggu tapering yang akan dilakukan oleh The Fed. Namun, masih ada sedikit upside di pasar obligasi Indonesia hingga akhir tahun nanti seiring fundamental indonesia yang sudah mulai membaik serta kasus covid yang sudah mulai menurun,” imbuhnya. Gama juga menilai, dari segi yield, Indonesia sendiri masih cukup menarik jika dibandingkan dengan negara lainnya. Lalu dari sisi risiko, sebenarnya juga cukup terbatas mengingat porsi investor asing di SBN sudah tidak terlalu besar, sehingga membantu bond market untuk tidak koreksi lebih dalam lagi. Sepanjang sisa tahun ini, Gama memperkirakan CDS Indonesia tenor 5 tahun akan masih bergerak pada kisaran 60 - 100. Sementara untuk pasar obligasi diyakini cenderung sideways hingga akhir tahun.
“Pada akhir tahun nanti, kami memasang target yield SBN acuan 10 tahun di kisaran 6,2% - 6,3%,” kata Gama. Sementara Ezra memasang target yang lebih bullish, yakni berpotensi menuju kembali turun ke kisaran 6% pada akhir tahun nanti. Ia meyakini, kondisi fundamental Indonesia yang semakin baik, nilai tukar rupiah yang stabil, serta kembalinya inflow investor asing karena yang real yield yang menarik akan menjadi katalis positif untuk pasar obligasi Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi