JAKARTA. Pemerintah ngotot memiliki pesawat Kepresidenan sendiri, meski harganya tidak murah. Alasannya, dengan punya pesawat Kepresidenan sendiri negara bisa berhemat sampai US$ 32,1 juta."Membeli lebih efektif dan efisien ketimbang carter," kata Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara (Sesmensetneg) Lambock V. Nahattands, Kamis (9/2).Menurutnya, selama ini untuk mendukung transportasi kegiatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Boediono dengan menggunakan pesawat RJ-85 buatan 1993, serta mencarter pesawat reguler armada Garuda Indonesia. "Setelah dilakukan evaluasi antara lain risiko keamanan, biaya carter pesawat 2005-2009, serta dengan memperhatikan berbagai pertimbangan maka memutuskan untuk membeli," katanya.Sejauh in, anggaran untuk mencarter pesawat tahun 2005 sampai 2009 mencapai Rp 813 miliar atau rata-rata pertahun sebesar Rp 162 miliar. Kalau menggunakan skema perbandingan biaya lima tahun pertama, yakni 2011 sampai 2015. Biaya pembelian pesawat serta biaya operasional dan maintenance lebih besar US$ 48 juta. Tetapi pemerintah memiliki aset pesawat (nilai buku) US$ 80 juta, sehingga menghemat anggaran sebesar US$ 32,1 juta. Kalau perbandingan biaya 10 tahun pertama, artinya tahun 2011 sampai 2020. Biaya membeli pesawat serta biaya operasional dan maintenance lebih besar US$ 2,7 juta. Tetapi, pemerintah memiliki aset pesawat (nilai buku) US$ 67,7 juta sehingga mampu berhemat anggaran sebesar US$ 64,9 juta.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Punya pesawat presidenan, negara hemat US$ 32 juta
JAKARTA. Pemerintah ngotot memiliki pesawat Kepresidenan sendiri, meski harganya tidak murah. Alasannya, dengan punya pesawat Kepresidenan sendiri negara bisa berhemat sampai US$ 32,1 juta."Membeli lebih efektif dan efisien ketimbang carter," kata Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara (Sesmensetneg) Lambock V. Nahattands, Kamis (9/2).Menurutnya, selama ini untuk mendukung transportasi kegiatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Wakil Presiden Boediono dengan menggunakan pesawat RJ-85 buatan 1993, serta mencarter pesawat reguler armada Garuda Indonesia. "Setelah dilakukan evaluasi antara lain risiko keamanan, biaya carter pesawat 2005-2009, serta dengan memperhatikan berbagai pertimbangan maka memutuskan untuk membeli," katanya.Sejauh in, anggaran untuk mencarter pesawat tahun 2005 sampai 2009 mencapai Rp 813 miliar atau rata-rata pertahun sebesar Rp 162 miliar. Kalau menggunakan skema perbandingan biaya lima tahun pertama, yakni 2011 sampai 2015. Biaya pembelian pesawat serta biaya operasional dan maintenance lebih besar US$ 48 juta. Tetapi pemerintah memiliki aset pesawat (nilai buku) US$ 80 juta, sehingga menghemat anggaran sebesar US$ 32,1 juta. Kalau perbandingan biaya 10 tahun pertama, artinya tahun 2011 sampai 2020. Biaya membeli pesawat serta biaya operasional dan maintenance lebih besar US$ 2,7 juta. Tetapi, pemerintah memiliki aset pesawat (nilai buku) US$ 67,7 juta sehingga mampu berhemat anggaran sebesar US$ 64,9 juta.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News