JAKARTA. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Kemudahan Perizinan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Ini merupakan tindak lanjut dari beberapa regulasi terkait pembangunan rumah MBR, salah satunya Peraturan Pemerintah (PP) No 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Bagi MBR. “Selain PP No.64 Tahun 2016, telah diterbitkan juga Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor. 648/1062/SJ tentang Percepatan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Penerbitan regulasi tersebut sebagai salah satu upaya memberikan kemudahan bagi kelompok MBR memperoleh hunian yang layak melalui pelembagaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP),” ujar Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian PUPR, Lana Winayanti, Selasa (9/5). Jika pemda tak mengeluarkan perda untuk mendukung bertumbuhnya MBR, maka upaya yang tengah dilakukan pemerintah pusat untuk mengembangkan MBR tidak akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dalam kurun waktu beberapa tahun ini, pemerintah pusat tengah mengupayakan mempercepat pembangunan perumahan bagi MBR. Kementerian PUPR telah memiliki berbagai program/skema pembiayaan perumahan agar MBR memiliki akses ke perbankan. “Selain skema KPR FLPP, kami juga memiliki KPR Selisih Suku Bunga dan Bantuan Uang Muka. Ke depan juga akan dikembangkan skema yang berbasis tabungan. Kami juga sedang berupaya meningkatkan akses MBR sektor informal karena realisasi KPR subsidi untuk kelompok tersebut masih sangat rendah”, tutur Lana. Selain sisi regulasi, pemerintah pun menaruh perhatian terhadap pendataan MBR. Dikatakan Lana, sangat penting mendorong peran Pemda dalam pendataan MBR dan kebijakan strategi perumahan di daerah masing-masing. Kementerian PUPR saat ini juga tengah melakukan finalisasi kajian tentang kriteria MBR berdasarkan standar biaya hidup layak dan upah minimum per zona. Hal ini dilakukan guna mendapatkan gambaran yang tepat mengenai profil dan karakteristik MBR, sehingga kebijakan dan program perumahan MBR dapat tepat sasaran. "Jadi ke depan batasan MBR akan berdasarkan penghasilan rumah tangga dan disesuaikan dengan zona dimana MBR berada. Tidak berlaku umum seperti sekarang,” jelas Lana. Saat ini kriteria MBR yang digunakan adalah mereka yang memiliki keterbatasan daya beli dan belum memiliki rumah dengan penghasilan maksimal antara Rp 4 juta dan Rp 7 juta. Dengan demikian MBR berhak mendapatkan bantuan dan kemudahan pembiayaan perumahan untuk memiliki rumah tapak dan rumah susun. Kriteria ini berlaku umum untuk seluruh daerah di Indonesia, padahal biaya hidup dan standar upah minimal berbeda-beda antar satu daerah dengan daerah lainnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
PUPR minta Pemda terbitkan Perda dorong MBR
JAKARTA. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) meminta pemerintah daerah (Pemda) untuk menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Kemudahan Perizinan Rumah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Ini merupakan tindak lanjut dari beberapa regulasi terkait pembangunan rumah MBR, salah satunya Peraturan Pemerintah (PP) No 64 Tahun 2016 tentang Pembangunan Perumahan Bagi MBR. “Selain PP No.64 Tahun 2016, telah diterbitkan juga Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor. 648/1062/SJ tentang Percepatan Pembangunan Perumahan Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah. Penerbitan regulasi tersebut sebagai salah satu upaya memberikan kemudahan bagi kelompok MBR memperoleh hunian yang layak melalui pelembagaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP),” ujar Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian PUPR, Lana Winayanti, Selasa (9/5). Jika pemda tak mengeluarkan perda untuk mendukung bertumbuhnya MBR, maka upaya yang tengah dilakukan pemerintah pusat untuk mengembangkan MBR tidak akan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dalam kurun waktu beberapa tahun ini, pemerintah pusat tengah mengupayakan mempercepat pembangunan perumahan bagi MBR. Kementerian PUPR telah memiliki berbagai program/skema pembiayaan perumahan agar MBR memiliki akses ke perbankan. “Selain skema KPR FLPP, kami juga memiliki KPR Selisih Suku Bunga dan Bantuan Uang Muka. Ke depan juga akan dikembangkan skema yang berbasis tabungan. Kami juga sedang berupaya meningkatkan akses MBR sektor informal karena realisasi KPR subsidi untuk kelompok tersebut masih sangat rendah”, tutur Lana. Selain sisi regulasi, pemerintah pun menaruh perhatian terhadap pendataan MBR. Dikatakan Lana, sangat penting mendorong peran Pemda dalam pendataan MBR dan kebijakan strategi perumahan di daerah masing-masing. Kementerian PUPR saat ini juga tengah melakukan finalisasi kajian tentang kriteria MBR berdasarkan standar biaya hidup layak dan upah minimum per zona. Hal ini dilakukan guna mendapatkan gambaran yang tepat mengenai profil dan karakteristik MBR, sehingga kebijakan dan program perumahan MBR dapat tepat sasaran. "Jadi ke depan batasan MBR akan berdasarkan penghasilan rumah tangga dan disesuaikan dengan zona dimana MBR berada. Tidak berlaku umum seperti sekarang,” jelas Lana. Saat ini kriteria MBR yang digunakan adalah mereka yang memiliki keterbatasan daya beli dan belum memiliki rumah dengan penghasilan maksimal antara Rp 4 juta dan Rp 7 juta. Dengan demikian MBR berhak mendapatkan bantuan dan kemudahan pembiayaan perumahan untuk memiliki rumah tapak dan rumah susun. Kriteria ini berlaku umum untuk seluruh daerah di Indonesia, padahal biaya hidup dan standar upah minimal berbeda-beda antar satu daerah dengan daerah lainnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News