KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih perlu melakukan evaluasi secara komprehensif untuk memutuskan kelanjutan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) selepas 2024. Pernyataan itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Migas Tutuka Ariadji dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (3/4). “Memang kita sadari tidak cukup komprehensif untuk keputusan ke depan, kita masih memerlukan data yang lengkap untuk memutuskannya dan kami memahami ini sangat penting ke depan tetapi kuncinya pada evaluasi,” ujar dia.
Tutuka merincikan bahwa HGBT diterima oleh 265 perusahaan pada 7 sektor industri dan membutuhkan gas bumi sekitar 41% dari seluruh produksi nasional.
Baca Juga: Pupuk Indonesia Minta Perpanjangan Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu Kebijakan HGBT sendiri tertuang dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Kepmen ESDM) Nomor 91/2023. Lalu, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 121/2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi. Ia bilang, ditemukan tren penurunan minor serapan volume HGBT atau gas murah untuk bidang industri pupuk selama 5 tahun terakhir. Penyebabnya, karena sebagian besar pembeli melakukan perawatan dan mengalami kendala operasi di pabrik. "Bila kita melihat lebih jauh dari data realisasi volume HGBT dalam 5 tahun terakhir terdapat kecenderungan penurunan realisasi volume penerima HGBT industri walaupun tidak terlalu besar," ujarnya. Ia merincikan penyerapan gas HGBT oleh industri pupuk pada 2020, alias tahun pertama diberlakukannya kebijakan ini, hanya 84,7% dari alokasi 836,46 BBTUD hanya terserap 709 BBTUD. Kemudian pada 2021 penyerapan HGBT 87,6%, dari alokasi 842,28 BBTUD hanya terserap 738 BBTUD, lalu pada 2022 penyerapannya turun jadi 82,8% dari alokasi 855,06 BBTUD hanya terserap 708 BBTUD. Sementara di tahun 2023, penyerapan HGBT oleh industri pupuk hanya 84,3%, dari alokasi 814,06 BBTUD hanya terserap 686,28 BBTUD. "Karena adanya keterbatasan pasokan gas dan pemeliharaan fasilitas di hulu juga menyebabkan kendala penyerapan gas untuk penerima HGBT," pungkasnya. Sebelumnya, PT Pupuk Indonesia (Persero) meminta perpanjangan kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) setelah 2024 guna mendukung keterjangkauan harga pupuk dan ketahanan pangan.
Baca Juga: Skema Power Wheeling Bakal Kerek Tarif Listrik? Permintaan itu disampaikan saat rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (3/4).
Direktur Utama Pupuk Indonesia Rahmad Pribadi menyebutkan bahwa kebijakan HGBT dapat menghemat subsidi sebanyak Rp 21,7 triliun. Perhitungan itu berdasarkan pengalaman tiga tahun terakhir sajak kebijakan HGBT itu diberlakukan. "Penghematan subsidi selama 3 tahun karena diberlakukannya HGBT subsidi dihemat Rp21,7 triliun," ungkap Rahmad. Menurutnya, jika HGBT tidak diperpanjang, secara otomatis beban pemerintah bakal membengkak untuk pemberian subsidi pupuk. Pasalnya, pemerintah masih memiliki utang pupuk subsidi Rp 16,5 triliun. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tendi Mahadi