KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sedianya hari ini memutuskan sidang gugatan 13 warga Kalibata City terhadap PT Pradani Sukses Abadi (PSA) selaku pengembang, dan PT Prima Buana Internusa (PBI) sebagai pengelola. "“Karena buktinya sangat banyak, sampai seribu, majelis perlu tambahan waktu untuk mempelajari bukti-bukti tersebut. Sidang ditunda hingga 11 April 2018,” kata ketua Hakim Ketua Ferry Agustina Budi Utami dalam sidang, Rabu (21/3). Sebelum putusan, Ferry sendiri menyarankan kedua belah pihak dapat kembali melakukan mediasi agar dapat berdamai.
Menanggapi usulan hakim tersebut, kuasa hukum penggugat Syamsul Munir menyebutkan bahwa pihaknya akan pasif. "Kami pasif, proses mediasi formal sidah dilakukan saat awal persidangan. Namun tak berhasil. Jadi kami ikuti proses pengadilan," katanya saat dihubungi KONTAN, Rabu (21/3). Ia juga berharap sidang mendatang terlaksana dan tidak ditunda lagi. Sementara itu kuasa hukum Prima Buana selaku Tergugat II Aryanto Harun juga mengimbuh akan mengikuti persidangan hingga akhir. “Pihak kami sudah menyarankan agar melakukan mediasi di luar persidangan. Tapi sekarang, karena sudah masuk ranah hukum, kami mengikuti saja maunya mereka,” katanya saat dihubungi KONTAN terpisah. Sekadar informasi, perkara ini sendiri terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor 339/Pdt.G/2017/PN Jkt.Sel sejak 24 Mei 2017. Hingga saat ini telah lebih dari 30 kali sidang dilaksanakan. Sedangkan gugatan tersebut mulanya muncul lantaran 13 warga Apartemen Kalibata City tadi menilai adanya dugaan penggelembungan harga atas tagihan listrik dan air di Apartemen Kalibata City lantaran tak mengikuti tarif yang ditentukan PLN. Menanggapi gugatan, Aryanto menjelaskan bahwa mengacu Peraturan Menteri ESDM 31/2015 tentang Penyediaan Tenaga Listrik untuk Bangunan dalam Kawasan Tertentu memang dapat ditentukan mandiri alias tak perlu merujuk tarif PLN. Pun soal pun dengan tarif air, dimana PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) menetapkan air berdasarkan gabungan keseluruhan pemakaian air di kawasan Kalibata City yang total pemakaiannya lebih dari 20 meter kubik. Hal tersebut sendiri kata Aryanto diatur dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta 11/2007. “Jadi tarifnya bukan kami yang menentukan, sekali lagi, kami ini hanya bertugas sebagai koordinator, bukanlah produsen atau penjual, tapi hanya mewakili kepentingan seluruh para pemilik dan penghuni,” jelasnya. Terlebih, katanya seluruh ketentuan tersebut telah diatur dan diatur dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang disepakati dan ditandatangani oleh penghuni, termasuk dari 13 penggugat.
Namun hal tersebut dibantah oleh Syamsul, ia menjelaskan bahwa dari PPJB yang dimiliki para penggugat, tak ketentuan yang dimaksud. Sementara soal penentuan tarif, Syamsul mengatakan bahwa dalam Permen ESDM tersebut meskipun tarif dapat ditentukan sendiri, perlu ada Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) yamg diduga Syamsul tak dimiliki tergugat. "Tak ada ketentuan soal tarif di PPJB. Sementara soal penetuan tarif, dalam Permen ESDM tersebut dinyatakan bahwa penyedia listrik perlu miliki IUPTL, dan kami menduga tergugat tak memilikinya karena tak pernah dihadirkan dalan sidang. Itu fakta hukum," papar Syamsul. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia