KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan Partai Buruh dan Gelora yang meminta partai politik tanpa kursi DPRD dapat mengusung calon kepala daerah. Kedua partai sebelumnya menggugat Pasal 40 UU Pilkada yang pada intinya mengatur ambang batas pencalonan kepala daerah sebesar 20% kursi DPRD atau 25% perolehan suara sah pileg sebelumnya. Dalam pertimbangannya, MK menegaskan bahwa ketentuan itu tidak relevan untuk dipertahankan sehingga harus dinyatakan inkonstitusional.
"Jika dibiarkan berlakunya norma Pasal 40 ayat (3) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 secara terus-menerus dapat mengancam proses demokrasi yang sehat," kata hakim konstitusi Enny Nurbaningsih membacakan pertimbangan Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 itu, Selasa (20/8/2024).
Baca Juga: Bupati-Wali Kota Terpilih Hasil Pilkada Serentak 2024 Dilantik 10 Februari 2025 Hakim konstitusi Daniel Yusmic menyatakan alasan berbeda (
concurring opinion) dan Guntur Hamzah menyatakan pendapat berbeda (
dissenting opinion). MK juga sepakat dengan argumentasi Partai Buruh dan Gelora bahwa dalam penyusunan UU Pilkada ini, pembentuk undang-undang abai dengan putusan MK terdahulu nomor 005/PUU-III/2005. Dalam putusan 19 tahun lalu itu, MK menegaskan bahwa partai politik di luar DPRD juga bisa mengusung calon kepala daerah, sepanjang memenuhi akumulasi suara sah di pileg sebelumnya. Namun, substansi putusan itu justru diabaikan dalam revisi UU Pilkada yang terbit pada 2016, ketika Indonesia mencoba skema peralihan menuju pilkada serentak dan putusan MK ini tidak menjadi perhatian.
Baca Juga: Hakim MK Sebut Pendidikan Dasar Menjadi Tanggungjawab Pemerintah Pusat Dalam putusannya, Mahkamah menyatakan bahwa ambang batas pencalonan kepala daerah oleh partai politik disamakan dengan ambang batas pencalonan kepala daerah dari jalur independen/nonpartai/perseorangan. Dengan ini, maka ambang batas pencalonan gubernur-wakil gubernur menjadi: a. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai 2 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 10%; b. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap 2-6 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 8,5%; c. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap 6-12 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 7,5%;
Baca Juga: PTUN Kabulkan Gugatan Anwar Usman, MK Menyatakan akan Banding d. provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 6,5%. Sementara itu, ambang batas pencalonan wali kota/bupati dan wakilnya menjadi: a. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 250.000 jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 10%; b. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap 250.000-500.000 jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 8,5%;
Baca Juga: Ajukan Banding Atas Putusan PTUN, Jubir MK Beberkan Alasannya c. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500.000-1 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 7,5%; d. kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa harus didukung partai politik/gabungan partai politik dengan perolehan suara paling sedikit 6,5%.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "MK Putuskan Parpol Tanpa Kursi DPRD Bisa Usung Calon Kepala Daerah ", Klik untuk baca: https://nasional.kompas.com/read/2024/08/20/13084921/mk-putuskan-parpol-tanpa-kursi-dprd-bisa-usung-calon-kepala-daerah. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli