JAKARTA. Operator penyedia dan pelayanan air bersih untuk wilayah barat DKI Jakarta PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) menargetkan cakupan layanan menjadi 95% pada tahun 2020.

Presiden Direktur Palyja Jacques Manem mengatakan, dalam lima tahun ke depan, Palyja berencana menanamkan investasi secara terus menerus untuk mencapai target melayani tambahan 1.5 juta orang sehingga akupan layanan hingga 95% tercapai," katanya dalam rilis kepada Antara, Selasa (24/3).

Untuk mencapai target di tahun 2020 tersebut, dia menyatakan pihaknya telah mempersiapkan diri untuk membangun lebih dari 2.500 kilometer (km) jaringan baru dan 200.000 sambungan baru.

Persaingan Pasar Ketat, Kinerja Keuangan BELI Masih Solid

Menurut dia, saat ini Palyja telah melayani lebih dari tiga juta masyarakat Jakarta yang tinggal di wilayah barat sungai Ciliwung. Dengan kata lain, peningkatan populasi yang terlayani mencapai dua kali lipat sejak 1998 yang hanya melayani 1,5 juta orang.

"Dari peningkatan itu, pertumbuhan pelanggan masyarakat berpenghasilan rendah juga sangat signifikan. Sejak 1998, masyarakat berpenghasilan rendah yang dilayani meningkat lebih dari delapan kali lipat, yakni dari 60.000 menjadi lebih dari 500.000 penduduk," ujar Manem.

Dia menambahkan, jumlah sambungan air bersih Palyja hingga akhir 2014 telah mencapai 405.000 sambungan. Jumlah tersebut meningkat lebih dari dua kali lipat sejak 1998 yang hanya terdapat sekitar 200.000 sambungan air.

Walaupun baru-baru ini Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan Undang-Undang (UU) Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, namun keputusan tersebut tidak mempengaruhi pelayanan publik Palyja.

"Karena sumber air baku yang digunakan untuk memasok air minum bagi masyarakat yang tinggal di wilayah barat Jakarta berada sepenuhnya di bawah kendali pemerintah," ungkap Manem.

Dia menambahkan kontrak kerja sama Palyja dengan PAM Jaya juga turut ditandatangani oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan saat itu mengacu kepada UU Nomor 11 tahun 1974 tentang Pengairan.

"Oleh sebab itu, pada saat UU Nomor 7 tahun 2004 dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi, maka peraturan yang berlaku kemudian adalah UU Nomor 11/1974 seperti ketika ditandatanganinya perjanjian kerja sama," tambah Manem.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News