PwC: Perlu ada insentif eksplorasi batubara



JAKARTA. Price Waterhouse Coopers (PwC) menyarankan pemerintah menerapkan mekanisme baru dalam penentuan harga batubara di dalam negeri. Hal ini bertujuan untuk menstimulus investasi dan eksplorasi batubara.

Dengan begitu, pemerintah mampu menjamin ketersediaan batubara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di proyek 35.000 megawatt (MW).

Presiden Direktur Advisory PwC Mirza Diran mengatakan, skema harga batubara Indonesia hendaknya tidak terkait dengan indeks harga batubara dunia. Pasalnya, formula Harga Batubara Acuan (HBA) yang ditetapkan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih memasukan indeks harga batubara dunia.


"Kebijakan ini juga mampu memproteksi harga listrik jika terjadi kenaikan harga batubara," katanya di Kantor APBI, Menara Kuningan, Jakarta,Senin (7/3).

Mirza menuturkan, perlu adanya insentif bagi pengembangan PLTU yang beroperasi di 2019. Insentif itu yakni pemerintah membayar semacam biaya asuransi (cost of insurance) sekitar 1% dari tarif dasar listrik sekitar Rp 1.400 per kWh.

Ia mengklaim, kebijakan itu mampu menstimulus investasi dan eksplorasi serta mendorong perencanaan tambang jangka panjang.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu P. Sjahrir menambahkan harga listrik dari pembangkit batubara lebih murah ketimbang bahan bakar lainnya.

Dia menyebut harga listrik batubara sebesar US$ 5 cent per kWh. Sedangkan industri yang menggunakan diesel membayar US$ 25 cent per kWh.

"Kalau US$ 5 cent ditambah 1% itu berapa sih, kan US$ 5,001 cent. Bandingkan dengan penggunaan diesel. Harganya seperlima. Kalau di 2030, kehabisan batubara, ya ongkosnya naik 5 kali lipat," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dikky Setiawan