QR code bermunculan, bagaimana nasib uang elektronik berbasis kartu?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sistem pembayaran berbasis Quick Response (QR) akan semakin marak seiring diluncurkannya QR Indonesia Standard (QRIS) oleh Bank Indonesia. Lantas, bagaimana dengan nasib masa depan uang elektronik berbasis kartu yang sudah ada sebelum ada teknologi QR?

Senior Vice President Transaction Banking and Retail Sales Bank Mandiri Thomas Wahyudi mengatakan, uang elektronik berbasis kartu dan layanan pembayaran QR code akan hadir secara bersama-sama menjadi pilihan masyarakat dalam melakukan transaksi non tunai dengan lebih mudah.

"Kami melihat ini (uang elektronik kartu dan platform) sebagai produk co-exist yang saling melengkapi untuk meningkatkan gerakan non tunai di Indonesia," kata Thomas kepada Kontan.co.id, Selasa (27/8).


Baca Juga: Era QR code datang, bisakah uang elektronik berbasis kartu tetap eksis?

Oleh karena itu, Bank Mandiri masih akan tetap berupaya untuk mendorong transaksi lewat uang elektronik. Caranya, Bank Mandiri akan meningkatkan kemudahan top up e-Money secara online melalui kerjasama dengan merchant-merchant online seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak dan Blibli yang telah berjalan.

Selanjutnya, fitur top up tersebut akan diperluas ke LinkAja yang akan segera diimplementasikan dalam waktu dekat.

Hingga Juli, jumlah kartu e-Money yang telah beredar telah mencapai 19 juta kartu dan sampai akhir tahun ditargetkan bisa mencapai 22 juta. Adapun transaksi kartu ini dalam periode tujuh bulan pertama tersebut telah mencapai 670 juta dengan nilai Rp 9,4 triliun atau naik 17% secara year on year (yoy).

Hingga akhir tahun, transaksi e-Money ditargetkan mencapai 1,3 miliar. Meskipun transaksi uang elektronik ini terus meningkat namun kontribusinya terhadap fee based income Bank Mandiri belum terlalu signifikan karena tujuannya lebih sebagai layanan kepada nasabah saja.

Baca Juga: QRIS resmi dirilis, GoPay akan ganti QR code transaksi pembayaran secara bertahap

Pendapatan fee Bank Mandiri dari kartu ini didapat dari penjualan e-Money maupun biaya administrasi top up e-Money melalui berbagai merchant yang bekerjasama.

Sementara PT Bank Central Asia Tbk belum bisa memperkirakan seperti apa masa depan uang berbasis kartu ini ke depan. Hanya saja, BCA melihat penggunaan Flazz saat ini masih sangat tinggi terutama untuk pembayaran di sektor transportasi.

"Kalau ke depan, masih perlu dilihat perkembangannya. BCA akan senantiasa mengikuti perkembangan kebutuhan nasabah dan berfokus untuk menyediakan produk dan layanan yang sesuai dengan setiap kebutuhan nasabah." kata Jan Hendra, Sekretaris Perusahaan BCA.

Hingga Juni 2019, jumlah kartu Flazz beredar sudah 14 juta dengan nilai transaksi mencapai Rp 2,9 triliun. Sedangkan volume transaksinya telah mencapai 241 juta transaksi atau meningkat 49% yoy.

Kontribusi fee based income dari kartu Flazz per Juni 2019 tumbuh hampir 30% yoy dimana sumber terbesar berasal dari penggunaan untuk jalan tol dan transportasi umum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi