Qtel Dapat Restu Tender Offer 24,2% Saham Indosat



JAKARTA. Setelah terombang-ambing selama tiga bulan, nasib penawaran tender atau tender offer Qatar Telecom (Qtel) atas saham PT Indosat Tbk (ISAT) milik publik mulai menemui titik terang. Menteri Komunikasi dan Informatika M. Nuh memutuskan, perusahaan telekomunikasi asal Timur Tengah tersebut bisa memiliki maksimal 65% saham Indosat. Keputusan ini tetap mengacu pada peraturan Daftar Negatif Investasi (DNI) yang tertuang dalam Peraturan Presiden No. 111 tahun 2007.

Peraturan itu membatasi kepemilikan asing pada industri telekomunikasi jaringan tetap atau fixed line maksimal 49% saham. Sedangkan pada industri telekomunikasi seluler bisa 65% saham. Nah, Qtel bisa menguasai 65% saham Indosat karena tergolong perusahaan seluler. Padahal, sebelumnya pemerintah bersikukuh membatasi kepemilikan asing di Indosat maksimal 49% karena perusahaan ini juga punya bisnis telekomunikasi jaringan tetap (fixed line).

Karena itulah, pemerintah meminta Qtel memisahkan pengelolaan bisnis telekomunikasi seluler dengan jaringan tetap. "Kami berikan masa toleransi untuk memilah entitas bisnisnya paling lama dua tahun," kata Nuh dalam jumpa pers bersama Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga keuangan (Bapepam-LK) Fuad Rahmany, kemarin. Setelah pemisahan, porsi kepemilikan Qtel di bisnis jaringan tetap maksimal 49%, dan di bisnis seluler 65%.


Menurut Nuh, dua tahun merupakan waktu yang cukup bagi Qtel untuk memisahkan entitas bisnis Indosat. Namun, selama proses pemisahan itu berlangsung, Qtel harus tetap menjamin pengembangan bisnis jaringan tetap Indosat. "Kami tidak ingin perusahaan yang memiliki lisensi tapi kemudian ditelantarkan," tukas dia.

Pemisahan entitas bisnis

Sedangkan Fuad mengatakan, pihaknya akan segera mengirimkan surat pemberitahuan keputusan pemerintah tersebut kepada Qtel. Bapepam juga akan meminta Qtel segera memasukkan proposal tender offer saham Indosat. "Mudah-mudahan minggu ini mereka sudah bisa tender offer," katanya.

Dia memperkirakan, dana penawaran tender sekitar Rp 8 triliun ini akan bisa mengguyur bursa saham yang kini kekeringan likuiditas. Nilai ini mengacu pada proposal harga tender offer yang pernah disampaikan Qtel, yakni Rp 7.388 per saham. Tapi, tentu saja, ini dengan asumsi investor memakai kembali dana itu untuk berinvestasi di bursa saham.

Sebagai pengingat, Qtel telah membeli 40,8% saham Indosat dari Singapore Technologies Telemedia (STT) awal Juni lalu. Selanjutnya, Qtel ingin melakukan tender offer 44,9% saham ISAT.

Namun, rencana ini terbentur aturan DNI. Setelah terombang-ambing selama tiga bulan lebih, kini pemerintah memastikan Qtel hanya bisa menguasai maksimal 65% saham Indosat.

Berarti, Qtel hanya bisa menambah 24,2% saham Indosat melalui tender offer. Padahal, jumlah saham milik publik Indosat mencapai  44,9%. Karenanya, Fuad bilang, tender offer itu akan menggunakan mekanisme penjatahan.

Komisaris Indosat Rachmat Gobel menyambut baik keputusan pemerintah tersebut. Sebagai kepanjangan tangan Qtel di Indonesia, dia berjanji akan segera memasukkan proposal penawaran tender saham Indosat. Namun, dia belum mau mengomentari kewajiban pemisahan entitas bisnis seluler dan jaringan tetap di Indosat. "Pemerintah pasti punya rencana positif bagi industri telekomunikasi," katannya.

Sejatinya, keputusan pemerintah mengizinkan Qtel memiliki maksimal 65% saham Indosat tergolong terlambat. Pasalnya, kepemilikan institusi asing di perusahaan itu sudah lebih besar.

Per 30 September 2008, Indonesia Communications Limited (ICL) punya 39,96% saham saham ISAT, The Bank Of New York (BONY) punya 10,99%, Goldman Sach NY 8,64%, dan The Bank Of New York (ADRS) 5,70%. Jika ditotal, institusi asing itu memiliki 65,3% saham Indosat. Kemarin, harga saham ISAT naik 9,9% jadi Rp 5.000 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie