Rabu, DPR putuskan nasib TDL industri



BANDUNG. Beberapa hari lagi, para pengusaha dan industri akan mendapat jawaban final soal pencabutan batas atas (capping) tarif dasar listrik (TDL) untuk industri. Komisi VII DPR RI bersama dengan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) akan rapat untuk memutuskan jadi atau tidaknya pencabutan capping listrik bagi industri pada Rabu (16/2) mendatang.

Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pemerintah akan menyerahkan sepenuhnya keputusan soal capping TDL untuk industri pada rapat tersebut. Pemerintah sendiri telah melakukan koordinasi dengan beberapa menteri dan instansi terkait sebelum maju ke DPR. “Kami telah mengumpulkan Menteri ESDM, PLN dan Menteri Keuangan. Artinya begini, keputusan ini kan pemerintah dan DPR RI. Jadi kami harus satu suara,” ujar Hatta, akhir pekan lalu.

Sekadar mengingatkan lagi, kisruh capping ini berawal pada pertengahan tahun 2010. Kala itu, PLN berniat menaikkan 15% tarif listrik industri yang berlaku saat itu. "Tapi akhirnya hanya disetujui 10% dan tarif daya maksimal dihilangkan. Akibatnya PLN merugi Rp 2,5 triliun," kisah Hatta.


Para pengusaha waktu itu protes karena PLN memberlakukan kenaikan tarif yang sama bagi pelanggan lama maupun baru. Sebagai jalan tengahnya, pada 19 Juli 2010, PLN akhirnya menerapkan batas atas dan batas bawah alias capping sebesar 18% dari tarif yang berlaku saat itu bagi para pelanggan lama PLN golongan industri. Artinya, paling tinggi kenaikan TDL yang harus dibayar industri hanyalah 18%.

Tapi kemudian secara sepihak PLN mencabut capping tersebut 1 Januari 2011 silam. Sontak saja para pengusaha, khususnya pelanggan lama, terkejut. Sebab dengan pencabutan capping itu, otomatis tarif listrik bagi industri naik 20% hingga 30% dari tarif bulan Juli 2010.

Pencabutan ini menuai kontroversi panas karena industri tidak satu suara. Maklum, industri yang menikmati insentif capping listrik hanya 9.771 dari total 38.479 pelanggan listrik industri.

Menurut Hatta, pemerintah bisa memahami pemikiran PLN untuk mencabut capping listrik itu. Namun, ini berhubungan dengan penyesuaian Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011. "Oleh sebab itu kalau mau melakukan suatu perubahan, DPR dan pemerintah harus duduk bareng," ujarnya.

Di antara dua pilihan

Anggota Komisi VII DPR sendiri masih terbelah sikapnya soal capping listrik untuk industri ini. Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi Golkar Satya Wirayudha menyiratkan fraksinya tidak menyetujui pencabutan capping tersebut.

Sebab kebijakan itu menyalahi ketetapan dalam APBN 2011 bahwa PLN tidak akan menaikkan tarif listrik pada tahun ini. "Dengan penghapusan ini, berarti PLN telah menaikkan tarif listrik dan sudah menyalahi APBN 2011,” tandasnya.

Kendati begitu, Satya mengakui, saat ini DPR berhadapan dengan dua pilihan yang bak buah simalakama. Pertama, mempertahankan capping tetapi anggaran untuk subsidi PLN menjadi membengkak. ”Jika tidak mencabut capping, DPR harus menambah dana subsidi dan untuk itu diperlukan rapat APBN perubahan,” jelasnya.

Sedangkan pilihan kedua, mencabut capping yang berarti menaikkan tarif listrik untuk beberapa industri.

Sebaliknya, anggota Komisi VII lainnya dari Fraksi Partai Demokrat, Sutan Batugana setuju dengan keputusan yang diambil oleh PLN. "Langkah itu tepat agar tidak ada diskriminasi terhadap industri. Seperti kata Direktur Utama PLN, yang tidak setuju hanya industri yang cengeng saja,” ucapnya.

Sutan menganggap kebijakan ini akan memberi keadilan kepada industri. “Saya juga merasa capping ini perlu untuk menutupi kerugian PLN," imbuhnya. PLN pernah bilang bahwa jika capping ini berlanjut, PLN akan merugi sekitar Rp 1,8 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Edy Can