Walau sedikit tertelan perkembangan teknologi telekomunikasi seperti handphone dan internet, sampai saat ini pecinta radio amatir masih tetap setia. Pamor radio gelombang pendek di bawah 200 meter dan frekuensi 1.500 kHz ini masih tetap kuat di kalangan masyarakat. Salah satu dedengkot komunitas radio amatir adalah I Gusti Kompyang Manila atau dikenal IGK Manila. Selain menggandrungi dunia olahraga, IGK Manila juga tercatat Wakil Ketua Umum Organisasi Amatir Radio Indonesia (Orari) Pusat periode 2006-2011. "Callname saya YB0AA, AA itu artinya callname saya paling tinggi di Indonesia," kata IGK Manila yang pernah berkarier di TNI AD ini sambil tertawa. Menurutnya, sampai saat ini pengguna radio amatir tetap tumbuh di Tanah Air. IGK Manila menyebutkan, berbagai kalangan seperti pengusaha, politikus, militer, hingga mahasiswa masih banyak menggunakan perangkat komunikasi ini. Bahkan beberapa tokoh seperti mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso dan advokat sekaligus politisi Ruhut Sitompul pernah menjadi pengurus Orari.
Perangkat lebih murah Tumbuhnya pengguna radio amatir didorong oleh semakin banyaknya perangkat pemancar maupun penerima gelombang radio yang murah. IGK bilang, untuk menjadi pengguna radio amatir saat ini cukup menggunakan handheld transceiver atau HT berharga di bawah Rp 1 juta. Namun jarak jangkau HT memang tidak jauh. Untuk menjangkau jarak lebih jauh diperlukan peralatan lebih banyak dan mahal. Sebuah stasiun radio amatir biasanya memiliki radio transmiter, penyedia kekuatan, kabel, dan antena. Harga satu perangkat stasiun, menurut IGK, bisa lebih dari Rp 100 juta, tergantung kekuatan daya jangkau. Dengan kekuatan besar, radio amatir bisa menjangkau lintas benua. Merek-merek yang biasa dipakai untuk pemancar dan penerima gelombang radio antara lain Motorola, Icom, Kenwood, Yaesu, dan Alinco. "Sekarang sudah banyak produk murah asal China," katanya. IGK yang memiliki koleksi berbagai macam perangkat radio amatir ini bilang, banyak kegiatan yang bisa dilakukan dengan medium radio amatir. Selain mempererat silaturahmi melalui obrolan ngalor-ngidul. Media ini ibaratnya tali pemersatu di komunitas.