KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah ekonom memiliki prediksi beragam terkait tingkat inflasi September 2018. Ekonom Standard Chartered Aldian Taloputra, misalnya, memproyeksikan akan terjadi deflasi sebesar 0,07% (MoM) atau sekitar 3,0% (YoY). Deflasi diperkirakan terjadi karena harga makanan yang mengalami penurunan. "
Main driver-nya harga makanan yang masih turun," ungkap Aldian kepada Kontan.co.id, Jumat (28/9).
Menurut Aldian, kondisi tersebut tak akan jauh berbeda dengan kondisi Agustus 2018. Seperti yang diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada Agustus 2018 terjadi deflasi 0,05%. Penurunan harga ditunjukkan oleh beberapa indeks kelompok pengeluaran yaitu makanan sebesar 0,67% dan transportasi, komunikasi, dan jasa 0,60%. Data ini berdasarkan hasil pantauan di 82 kota di tanah air. Sementara, Ekonom Standard Chatered Eric Sugandi memiliki pendapat yang berbeda. Dia memprediksi, pada September 2018, inflasi umum akan berada di level 0,03% (MoM) atau 3,10% (YoY). Sedangkan inflasi inti sekitar 2,80% (YoY). Sugandi menjelaskan, inflasi yang terhitung rendah terjadi karena harga bahan pangan relatif terjaga. Kondisi ini terjadi karena adanya impor dan terjaganya produksi domestik sehingga menyebabkan
oversupply untuk beberapa jenis bahan pangan. Penurunan harga bahan pangan diprediksi berpengaruh besar menarik Indeks Harga Konsumen (IHK) ke bawah. "Inflasi yang sangat rendah terjadi karena harga bahan pangan relatif terjaga bahkan turun untuk beberapa jenis," jelas Sugandi kepada Kontan.co.id, Jumat (28/9). Penurunan harga pangan ini, menurut Sugandi, bisa menutup dampak inflasioner dari pelemahan rupiah. Kondisi menekan kenaikan harga dari industri yang menggunakan bahan baku impor. Sementara itu, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Ari Kuncoro memprediksi pada September 2018 terjadi inflasi sebesar 3,6% (YoY). Inflasi diprediksi terjadi karena beberapa barang konsumsi sebagian bahan bakunya impor. Namun inflasi masih bisa dikendalikan karena perilaku konsumen yang menghemat
fast moving consumer goods. Ari menjelaskan kondisi ini sebagai kondisi tidak ada ekspektasi inflasi. "Kalau dulu boros, persediaan masih ada beli lagi. Kalau sekarang sangat menghemat," jelas Ari kepada Kontan.co.id, Jumat (28/9).
Inflasi juga disebabkan nilai rupiah yang kembali melemah. Hal ini menurut Ari perlu disikapi oleh Bank Indonesia (BI) dengan mengintervensi pasar. "Misal rupiah melemah, harus ada periode dia menguat. BI bisa intervensi," ungkapnya. Sedangkan sampai akhir tahun, Aldian memprediksi tingkat inflasi ada di level 3,5%. Adapun Eric meramal, pada akhir tahun, inflasi berada di kisaran 3,3% (YoY). Ari memiliki prediksi berbeda. Sampai akhir tahun, Ari memproyeksikan tingkat inflasi berada di kisaran angka 3,6-3,7%. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie