Jakarta. Guna mendongrak imbal hasil (
return), perusahaan manajer investasi kerap memarkirkan aset pada saham-saham yang berprospek cerah. Begitu pula strategi yang diterapkan PT Majoris Asset Management dalam meracik produk reksadana saham Majoris Saham Alokasi Dinamik Indonesia. Yekti Dewanti,
Head of Investment and Research Majoris Asset Management berujar, secara
year to date per Agustus 2016, Majoris Saham Alokasi Dinamik Indonesia mencetak
return 17,38%, unggul tipis ketimbang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang melaju 17,27% periode sama. Strateginya, perusahaan cenderung menggemukkan porsi saham-saham yang memperoleh keuntungan dari pemulihan daya beli konsumen dan realisasi proyek infrastruktur pemerintah. Semisal saham sektor konstruksi yang telah dan berpeluang meraup pendapatan gemilang.
Selain itu, perusahaan juga menggenggam saham-saham yang sensitif terhadap tren penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI). Contohnya saham sektor properti dan perbankan. “Alokasi saham dengan karakter defensif juga tetap dijaga untuk mengimbangi volatilitas jangka pendek,” imbuhnya. Memang sejak awal tahun 2016, pasar modal Indonesia cenderung
bullish. Amunisi bersumber dari penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 100 bps. Bahkan saat ini BI telah menetapkan suku bunga acuan baru, BI 7 day reverse repo rate yang tercatat 5,25%. Terlebih, makro ekonomi Indonesia juga membaik. Mulai dari pemulihan rupiah hingga
current account deficit. Adapula kebijakan pengampunan pajak alias
tax amnesty yang berpeluang memicu masuknya aliran dana ke domestik. Tambahan likuiditas perbankan dapat mendongkrak sektor riil. Pemerintah juga terus berupaya untuk menciptakan iklim yang bersahabat bagi investasi. "Kami pilih saham-saham yang dapat benefit dari katalis positif tersebut," terangnya. Mayoritas dana Majoris Saham Alokasi Dinamik Indonesia memang diparkir pada efek saham. Mengacu
fund fact sheet per Juli 2016, efek saham produk ini mencapai 94,07%. Sisanya 5,93% berupa instrumen pasar uang. Yekti memproyeksikan, hingga pengujung tahun 2016, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan membumbung ke level 5.500 - 5.700. Pendorongnya, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang cukup cerah di waktu mendatang. Ada beberapa faktor yang menyokong potensi tersebut. Semisal pemulihan daya beli konsumen, peningkatan kepercayaan bisnis, ruang penurunan suku bunga BI, pelonggaran rasio
loan to value (LTV) sektor properti, insentif pajak dari pemerintah, hingga tingginya demografi Tanah Air. "Dana deklarasi dan repatriasi
tax amnesty juga diharapkan terus bertambang jelang akhir September 2016. Kami optimistis peningkatan likuiditas akan mendorong kenaikan pasar modal," paparnya. Kendati demikian, ada tantangan eksternal yang patut dicermati. Yakni rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat atawa The Fed yang saat ini di level 0,25% - 0,5%. Selain itu, pergerakan harga minyak dunia juga patut dipantau karena akan berdampak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dari internal, pasar akan fokus pada realisasi
tax amnesty dan proyek infrastruktur pemerintah. Per 16 September 2016, Majoris Saham Alokasi Dinamik Indonesia telah diperdagangkan dengan nilai aktiva bersih per unit penyertaan (NAB/UP) senilai Rp 1.154,4. Reksadana saham ini telah menghimpun dana kelolaan sebanyak Rp 32,79 miliar per Juli 2016. Nah, investor yang berminat mengoleksi produk tersebut dapat melakukan pembelian awal minimal Rp 1 juta. Investasi selanjutnya minimum Rp 500 ribu. Minimal penjualan dipatok Rp 500 ribu.
Perusahaan mengutip biaya pembelian, biaya penjualan, serta biaya pengalihan masing-masing sebesar 2% per tahun. Adapula jasa pengelolaan manajer investasi maksimal 3% per tahun serta biaya bank kustodian maksimum 0,2% per tahun. Reksadana saham yang efektif sejak 17 November 2015 tersebut menggunakan bank kustodian PT Bank Mandiri Tbk. Wawan Hendrayana, Senior Research & Investment Analyst PT Infovesta Utama menjelaskan, Majoris Saham Alokasi Dinamik Indonesia memang menerapkan strategi
indexing atau
mirroring. Artinya, alokasi saham produk tersebut mengikuti komposisi IHSG. "Isi saham-sahamnya
big cap. Pergerakan produk ini akan mirip dengan IHSG," terangnya. Wawan meramal, pada akhir tahun 2016, IHSG akan bertengger di level 5.600. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto