Rahasia ramuan bisnis KLBF bernama diversifikasi



JAKARTA. Kinerja PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) relatif stagnan. Periode kuartal III-2015 lalu, laba bersih perseroan hanya naik 0,67%, dari Rp 1,48 triliun menjadi Rp 1,49 triliun. Pertumbuhan pendapatannya pun hanya 2,9% menjadi Rp 13,12 triliun.

Edward Lowis, analis Phillip Securities, menjelaskan kepada KONTAN, KLBF tidak bisa berkelit dari gonjang-ganjing makro ekonomi Indonesia. Kondisi tersebut menekan daya beli masyarakat, sehingga turut mempengaruhi kinerja perseroan.

Depresiasi rupiah juga turut menekan KLBF. Bahan baku untuk produksi KLBF masih didatangkan dari luar negeri. "Komponen impor bahan baku bisa mencapai 90%," ujar Edward, Selasa (10/11).


Edward memprediksi, pertumbuhan pendapatan dan laba bersih Kalbe tahun ini masing-masing hanya 4%-5% dan 5%-6%. Perusahaan farmasi ini lebih beruntung ketimbang KAEF, misalnya, yang penjualan obatnya kebanyakan merupakan obat resep dokter yang memiliki margin lebih rendah.

Di sisi lain, KLBF mendiversifikasikan bisnis ke produk lain, salah satunya makanan sehat atau nutrisi. Diversifikasi ini mujarab mengisi kantong KLBF. "Margin KAEF sekitar 4% hingga 5%, sementara KLBF mencapai 12%," ujar Edward.

Bahkan, posisi margin ini jauh di atas rata-rata industri farmasi, yakni 8%. Patricia Sumampouw, analis CIMB Securities Indonesia, mencatat, dibandingkan kuartal II-2015, pendapatan KLBF hanya tumbuh 0,7%. Ini pertumbuhan paling lambat dalam lima tahun terakhir.

Penjualan divisi obat resep dan consumer health masing-masing turun 6,5% dan 2,6%. Penurunan divisi obat resep alias prescription pharmaceutical alias obat resep terutama akibat direbutnya pangsa pasar obat jenis ini oleh obat generik.

Hal ini lantaran pelaksanaan Jaringan Kesehatan Nasional (JKN), yang menyebabkan obat generik lebih laku terjual. Maklum, hanya obat generik yang akan dibayar oleh pemerintah.

"Hal menarik dari KLBF adalah, di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi, belanja modal perusahaan tetap terjaga, hingga kuartal III, penyerapannya mencapai Rp 719 miliar, atau naik 18% yoy," jelas Patricia, dalam riset 6 November lalu.

Belanja modal KLBF mengalir untuk memperbesar basis produksi, menyelesaikan pabrik susu di Sukabumi dan membentuk perusahaan patungan dengan perusahaan farmasi kenamaan asal Korea Selatan dan Australia.

Tahun ini, KLBF baru sekali menaikkan harga demi menetralisir lonjakan harga bahan baku akibat depresiasi rupiah. Kenaikan khususnya di divisi nutrisi, rata-rata 4%.

Menurut Harry Su, Kepala Riset Bahana Securities Indonesia, tahun depan KLBF memiliki ruang lebih lebar untuk menaikkan harga. Ini karena ada optimisme kondisi perekonomian dan daya beli masyarakat lebih stabil.

KLBF juga rajin memperkenalkan produk baru, seperti H2 multivitamin, Komix Luo Han Kuo dan Bintang Toedjoe Panas Dalam. Penjualan produk ini diprediksi bisa terasa tahun depan. "Pada Desember tahun ini, kemungkinan BPOM juga akan kembali mengizinkan peredaran obat injeksi cair Kalbe," ujar Harry, dalam riset 3 November.

Harry memprediksi, pendapatan KLBF tahun ini sekitar Rp 17,79 triliun dan laba bersih Rp 1,95 triliun. Tahun depan, pendapatan perseroan diprediksi Rp 19,3 triliun dengan laba bersih sekitar Rp 2,17 triliun.

Edward dan Harry merekomendasikan hold saham KLBF dengan target harga masing-masing Rp 1.455 dan Rp 1.480 per saham. Patrcia memberikan rekomendasi add, dengan target harga Rp 1.650.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie