Raih laba tinggi, BEI ingin memperkuat broker



JAKARTA. PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatatkan laba bersih sebesar Rp 344,8 miliar di tahun 2016, naik 192,37% dibandingkan tahun 2015 yang sebesar Rp 118,78 miliar. Tito Sulistio, Direktur Utama BEI, mengatakan, dari laba bersih yang dibukukan itu, BEI ingin mengembalikan dana hasil kinerjanya ke industri, termasuk anggota bursa (AB).

Salah satu caranya dengan merealisasikan Pendanaan Efek Indonesia (PEI). Perusahaan ini merupakan perusahaan patungan dengan PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). "Rencananya akan mulai beroperasi bulan April ini," ujar Tito, Rabu (8/3).

Nantinya, PEI akan memberi fasilitas pembiayaan untuk broker yang memiliki modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) Rp 250 miliar untuk transaksi margin. Tito mengatakan, dana yang diberikan bisa mencapai Rp 3 triliun sampai Rp 4 triliun per tahun. Lalu, bunga pinjaman juga dipatok tak terlalu tinggi, berkisar 7%-8%, dan bunga dari broker ke investor dibatasi di kisaran 10%. Untuk tahap pertama, PEI akan memiliki ekuitas sekitar Rp 500 miliar.


Tito mengatakan, kenaikan laba bersih BEI di tahun 2016 didorong dari pendapatan yang naik 34,5% menjadi Rp 1,42 triliun. Selain itu, ada kenaikan pendapatan usaha perusahaan sebesar 21,55%.

Hal ini karena adanya kenaikan rata-rata nilai transaksi harian BEI di tahun 2016 menjadi Rp 7,49 triliun. Nilai transaksi itu meningkat dibandingkan tahun 2015 yang sebesar Rp 5,76 triliun. Beban usaha BEI juga naik 11,1% menjadi Rp 1,03 triliun. Namun, karena ada efisiensi anggaran, margin BEI masih cukup besar.

Sebagai informasi, sepanjang tahun 2016, jumlah dana dihimpun mencapai nilai tertinggi sepanjang sejarah pasar modal Indonesia yakni Rp 674,39 triliun dan US$ 247,5 juta. Dana tersebut di antaranya berasal dari pencatatan saham perdana (IPO) Rp 12,11 triliun, pencatatan saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu (rights issue) Rp 61,85 triliun dan penerbitan waran Rp 1,14 triliun.

Selain itu, ada 84 emisi baru obligasi dan sukuk korporasi yang diterbitkan 56 perusahaan senilai Rp 113,29 triliun dan US$ 47,50 juta. Selanjutnya 220 seri surat berharga negara (SBN) senilai Rp 484,63 triliun dan US$ 200 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie