KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan dengan saham blue chip di Bursa Efek Indonesia (BEI) berhasil meraih keuntungan besar hingga kuartal III 2023. Untuk investor yang gemar berinvestasi saham blue chip, berikut saran para analis. Saham blue chip adalah saham lapis satu di bursa karena memiliki fundamental bagus dan nilai kapitalisasi pasar yang besar mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah. Saham blue chip menjadi pilihan yang lebih aman untuk berinvestasi saham karena tidak mudah digoreng oleh para spekulan.
Di BEI, saham blue chip tergabung dalam indeks LQ45. Ada 45 saham blue chip di indeks LQ45. Dari jumlah itu, setidaknya sudah ada 38 emiten yang sudah mengumumkan capaian kinerja laba atau ruginya. Emiten saham blue chip dengan perolehan laba paling jumbo masih dipegang oleh bank besar. Tengok saja keuntungan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (
BBRI) yang nyaris menembus Rp 44 triliun dalam periode sembilan bulan 2023. Laba bersih PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (
BMRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) tak kalah akbar. Kedua big bank tersebut meraih laba bersih masing-masing Rp 39,06 triliun dan Rp 36,42 triliun.
Sedangkan untuk emiten yang laba bersihnya melompat tinggi, sektornya lebih bervariasi. Ambil contoh emiten induk milik taipan taipan Prajogo Pangestu, PT Barito Pacific Tbk (
BRPT). Dalam periode sembilan bulan, laba bersih BRPT meroket 217,45% secara tahunan menjadi US$ 35,84 juta. Cuan emiten rokok PT Gudang Garam Tbk (
GGRM) dan perusahaan
consumer milik Grup Salim PT Indofood CBP Suskes Makmur Tbk (
ICBP) juga melejit. Laba bersih GGRM terbang 198,65% menjadi Rp 4,45 triliun, sedangkan keuntungan ICBP melompat 113,94% ke angka Rp 7,06 triliun. Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengamati
net profit margin dengan persentase tertinggi secara kuartalan masih didominasi oleh big bank. "Memang secara fundamental dan potensi valuasi di masa mendatang mengalami kenaikan," kata Nico kepada Kontan.co.id, Rabu (1/11). Head of Research Mega Capital Sekuritas (InvestasiKu) Cheril Tanuwijaya menambahkan, profitabilitas emiten bank memang paling konsisten. Selain itu, emiten dari sektor barang konsumsi primer dan bahan baku yang terkait komoditas emas juga punya kinerja bernas. Sedangkan kinerja mayoritas emiten lainnya tidak bergerak secara signifikan. "Sesuai perkiraan, earning kali ini cenderung soft, banyak yang tumbuh terbatas atau cenderung turun," sebut Cheril. Research Analyst Erdikha Elit Sekuritas Ika Baby Fransiska menimpali, kinerja emiten bervariasi mengikuti kondisi sektor industrinya. Dia melihat sejauh ini rata-rata rilis kinerja per kuartal III-2023 sesuai ekspektasi dan masih sejalan dengan capaian yang diraih pada semester pertama. Bersamaan dengan sentimen sektoralnya, pergerakan harga saham emiten juga cenderung sudah priced in. Ika menyoroti pelemahan kinerja emiten energi sejalan dengan harga komoditas yang melandai dibandingkan tahun lalu. Sementara itu, saham teknologi yang masih menjadi pemberat indeks, termasuk di LQ45. Apalagi, dalam jangka menengah pasar saham masih dihadapkan pada potensi downtrend seiring bayang-bayang sentimen ekternal.
Prospek Saham Bluechip
Pengamat pasar modal & Founder WH-Project William Hartanto mengamati sejumlah faktor yang membuat indeks saham bluechip tersebut masih berkinerja merah. Pertama, ada sejumlah saham big cap yang lajunya tertinggal meski punya kinerja positif. Saham yang secara tren tergolong lagging di antaranya BBCA, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (
BBNI) dan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (
TLKM). Kedua, faktor siklus pasar, yang mana saham-saham bluechip cenderung turun sejak September dan biasanya akan kembali menguat menjelang tutup tahun. Ketiga, sentimen eksternal, khususnya antisipasi pelaku pasar terhadap arah suku bunga acuan. Lagi pula ketika terjadi arus dana keluar (capital outflow), aksi jual (net sell) oleh investor asing akan dominan di saham-saham bigcap anggota LQ45. "Banyak pemegang saham (LQ45) investor asing, jadi paling cepat turun kalau mereka
net sell. Harus ada arus dana yang kembali lagi ke pasar saham. Saat ini kan
outflow terus karena obligasi dianggap lebih menarik," terang William. Cheril melanjutkan, sejauh ini sentimen dari musim rilis laporan keuangan masih belum dominan dibandingkan sentimen dari eksternal, khususnya arah suku bunga The Fed. Selain soal
outflow, Cheril melihat wajar kinerja indeks LQ45 memerah lantaran saham-saham berbobot besar seperti sektor energi yang melandai. "LQ45 terdiri dari saham-saham likuid dengan market cap besar. Dapat dipahami jika pelaku pasar switch porto-nya dari saham ke instrumen lain, maka pilihan utama yang dijual adalah LQ45, yang paling likuid," terang Cheril. Meski diiringi sejumlah tekanan, tapi Nico memandang saham-saham blue chip masih menarik untuk diangkut ke keranjang investasi. Terutama empat big bank BBCA, BBRI, BMRI dan BBNI. "Apalagi di tengah terjadinya koreksi saham-saham bank buku IV tadi, sehingga menjadi kesempatan untuk dapat membeli," ujar Nico.
Baca Juga: Ekspansi ke Bisnis Pertambangan Nikel, Simak Prospek dan Rekomendasi Saham UNTR Ika turut menyarankan
buy on weakness BBCA dan BBRI dengan target harga di Rp 8.925 dan Rp 5.125. Saham bluechip lain yang menurut Ika layak koleksi adalah PT Astra Internasional Tbk (
ASII), PT Vale Indonesia Tbk (
INCO) dan PT Indofood Sukses Makmur Tbk (
INDF) dengan target harga masing-masing Rp 6.275, Rp 5.800 dan Rp 7.100.
Sedangkan Cheril menjagokan saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dengan target harga Rp 1.300 dan stoploss di Rp 1.100. Kemudian saham PT Ace Hardware Indonesia (
ACES) dengan target harga Rp 880 dan stoploss Rp 750. Sementara itu, William menyodorkan saham TLKM, CPIN, ACES. MDKA, dan TBIG. Itulah rekomendasi saham blue chip dari para analis. Ingat, segala risiko investasi atas rekomendasi saham di atas menjadi tanggung jawab Anda sendiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Adi Wikanto