KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mengandalkan kecerdasan buatan (
artificial intelegence) PT Raiz Invest Indonesia merilis aplikasi Raiz,
platform e-commerce penjualan reksa dana. Calon investor kini tak perlu pusing dengan varian produk yang ditawarkan.
Chief Marketing Officer Raiz Fahmi Arya Wicaksana mengatakan, saat awal
resgistrasi, user ditawarkan memilih portofolio investasi yang diginginkan: konservatif, moderat, dan agresif. "Kemudian setiap
user melakukan transaksi, sistem akan secara otomatis memilih produk yang sesuai dengan porofolio pilihannya,” kata kepada Kontan.co.id, Selasa (6/3) usai
Soft Launching Raiz di Jakarta.
Produk investasi yang akan dipilih baru terbatas di reksadana. Sebab sejatinya Raiz merupakan agen penjual efek reksadana yang telah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak akhir Desember 2018 lalu. Sedangkan secara global, Raiz telah dimulai di Australia sejak 2016, dan telah menuai kesuksesan. Sementara di Indonesia, secara resmi Raiz baru akan diluncurkan pada kuartal 3/2019 mendatang. Fahmi menjelaskan ada tiga cara kerja Raiz setelah
user melakukan pendaftaran dan memilih portofolio investasinya.
Pertama, pengguna bisa melakukan isi ulang (top up) dana ke akunya untuk mencapai jumlah yang ditentukan sebelum sistem membelikan reksa dana.
Kedua, melalui pembayaran cicilan (
installment) dimana tiap bulan Raiz akan melakukan debit otomatis dari rekening bank pengguna dengan jumlah yang telah ditentukan oleh nasabah.
Ketiga adalah mengumpulkan uang receh dari selisih pembelanjaan yang dilakukan pengguna. Saat mendaftar, pengguna bisa menautkan akun Raiz dengan kartu debit bank atau e-wallet. "Setiap belanja dengan kartu debit atau e-wallet, Raiz akan melakukan pembulatan ke atas dengan ikel;ipatan Rp 5.000. dan ketika hasil pembulatan mencapai Rp 10.000, saldo di Raiz akan diinvestasikan secara otomatis ke reksa dana,” papar Fahmi. Ilustrinya seperti ini, seorang pengguna membeli sepasang sepatu senilai Rp 866.000 dengan kartu debit. Maka saldo di rekening bank akan otomatis terpotong senilai Rp 870.000, dimana selisih Rp 4.000 akan otomatis masuk ke akun Raiz. Lantaran mengandalkan transaksi dari kartu debit dan e-wallet, Fahmi bilang, untuk saat ini Raiz telah menggandeng satu bank, dan dua e-wallet. Namun, ia masih enggan menyebutkan siapa pihak yang telah bekerjasama dengan Raiz. Yang pasti, Fahmi bilang pihaknya terbuka dengan bank e-wallet lain, asalkan mereka memiliki
platform aplikasi
mobile. Sebab sistem Raiz membutuhkan akses terhadap
application programming interface (API) dari pihak kedua tadi. Sebelumnya Kontan.coi.id juga telah memberitakan bahwa yang telah digandeng oleh Raiz adalah PT Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk (
BBRI). Sayangnya, Direktur Utama BRI Suprajarto membantah hal ini. “Sampai saat ini saya belum dapat laporan terkait hal tersebut,” katanya dikonfirmasi Kontan.co.id. Mengancam perusahaan manajemen aset? Dengan sistem yang dimiliki Raiz, sejatinya bisa mengancam keberadaan manajer investasi, hingga perusahaan manajemen aset sendiri. Sebab dengan kecerdasan buatan yang dimilikinya, investor tak perlu perlu lagi saran dari manajemen investasi. Sebab Raiz, dalam alogaritmanya, bisa otomatis mengalkulasi jenis produk maupun investasi apa yang cocok dengan pilihan portofolio investor. Namun,
Chief Information Officer PT Avrist Asset Management Farash Farich membantah hal tersebut. Sebaliknya menurut Farash, keberadaan Raiz justru bisa bersinergi dengan perusahaan manajemen aset, guna memperluas kanal distribusi dan menghasilkan investor baru. “
Overall justru positif, meskipun sebenarnya ada tantangan juga bagi kami. Yaitu bagaimana kami dapat menyiapkan produk yang lebih sederhana sehingga dapat mudah diterima sistem dan investor,” katanya dalam kesempatan yang sama kepada Kontan.co.id. Fahmi juga mendukung pernyataan Farash, ia menolak keberadaan Raiz jadi ancaman. Sebab bisnis model Raiz sejatinya berbeda dengan perusahaan manajeman aset. Raiz tak menargetkan berapa besar transaksi yang bisa dihasilkannya, melainkan mereka membidik pertumbuhan pengguna. “Kompetitor memperluas
market dengan bertujuan mendapatkan
revenue untuk mendapatkan
management fee. Kalau kita fokus kesana, industri ini tidak akan berkembang. Bisnis model kami justru menjadi
feeder kepada pelaku lain, jadi kami punya database tentang bagaimana kesehatan keuangan pengguna. Ini yang nanti kami transaksikan secara bisnis. Model bisnis kami seperti itu,” papar Fahmi.
Meski demikian Fahmi bilang, Raiz memang tetap akan dapat s
haring fee. Hanya saja ia memperkirakan
sharing fee hanya akan menyumbang 25% dari pendapatan perusahaan. Sementara sisanya akan ditopang dari model bisnis utama, atau dari iklan di aplikasi. Sebab dengan model bisnis demikian, bukan hanya perbankan yang dapat memanfaatkannya, melainkan juga perusahaan teknologi finansial, khususnya
peer to peer lending (P2P). “ini seperti yang belum lama terjadi, ada arahan dari OJK untuk lebih berhati-hati bagi peminjam dengan Tekfin P2P. Nah ini diawali dari mereka yang kesulitan menyeleksi calon peminjam. Kami di sini bisa memberikan suatu misalnya profil pengguna, misalnya dia punya keuangan sehat, kebiasaan belanjanya bagus, sehingga ketika dipnjamkan kepada pengguna, mereka bisa tau penggunaanya untuk apa? Produktif atau konsumtif?” jelas Fahmi. Nah meski baru akan diluncurkan kuartal 3/2019, Fahmi menargetkan bisa menggaet 40.000 pengguna. Smenetara soal nilai ia tak meincinya, namun ia memberikan ilustrasi. Dari hitung-hitungan Raiz, setidaknya setiap hari satu orang akan menggunakan empat kali bertransaksi menggunakan debit atau e-wallet. Dengan mengambil nilai tengah selisih tadi, yaitu Rp 2.500 maka setiap hari, akan ada 40.000 transaksi senilai Rp 400 juta Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli