Raja Charles Tak Menghalangi Jika Australia Ingin Menjadi Negara Republik



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam beberapa tahun terakhir, Australia telah menghadapi perdebatan yang intens mengenai statusnya sebagai monarki atau republik. Sebuah laporan terbaru mengungkapkan bahwa Raja Charles III menyatakan tidak akan menghalangi jika Australia memutuskan untuk menggantikan posisinya sebagai kepala negara.

Pernyataan ini muncul menjelang kunjungan Raja Charles ke Australia, dan menunjukkan pendekatan yang lebih konfrontatif terhadap para kampanye republik di negara tersebut.

Konteks Sejarah dan Aspirasi Republik

Perdebatan mengenai status monarki di Australia bukanlah hal baru. Sejak tahun 1999, ketika Australia mengadakan referendum mengenai peralihan ke sistem republik, masyarakat telah berdebat mengenai pros dan kontra dari sistem pemerintahan tersebut.


Dalam referendum tersebut, sekitar 54,9% pemilih menolak usulan untuk menjadi republik. Namun, gerakan untuk mengganti monarki tetap ada, dengan kelompok seperti Australian Republican Movement (ARM) menjadi suara utama dalam kampanye tersebut.

Baca Juga: RI Usung Agenda Ekonomi Hijau dan Stabilitas Kawasan di Pertemuan KTT ASEAN - Jepang

ARM menekankan pentingnya pemilihan kepala negara oleh rakyat Australia, mengusung visi untuk memiliki seorang kepala negara yang berasal dari dalam negeri. Mereka berargumen bahwa kepemimpinan lokal akan lebih mencerminkan identitas dan nilai-nilai masyarakat Australia.

Pendekatan Raja Charles III

Sikap Raja Charles yang lebih terbuka terhadap keinginan Australia untuk menjadi republik, diungkapkan oleh Nathan Ross, asisten sekretaris pribadi Raja.

Ross menekankan bahwa sebagai seorang monarki konstitusional, Raja bertindak atas nasihat para menteri, dan keputusan mengenai status republik adalah hak prerogatif rakyat Australia. Hal ini menunjukkan bahwa Raja Charles menghormati keputusan dan keinginan rakyat, tanpa mengedepankan kepentingan pribadi sebagai kepala negara.

Raja Charles III juga menyampaikan rasa cinta dan afeksinya yang dalam terhadap Australia. Pendekatan ini bertujuan untuk mengurangi ketegangan antara monarki dan para pendukung republik, sekaligus menciptakan ruang bagi diskusi yang lebih konstruktif tentang masa depan sistem pemerintahan Australia.

Reaksi Publik dan Tanggapan Pejabat

Respon masyarakat terhadap kunjungan Raja Charles ke Australia tampaknya beragam. Graham Smith, pemimpin kelompok kampanye Republik di Inggris, menyatakan bahwa banyak warga Australia menunjukkan ketidakpedulian terhadap kunjungan tersebut.

Baca Juga: China Buka Kran Impor Lobster Hidup, Begini Tanggapan Australia

Menurutnya, banyak yang tidak menyadari kedatangan Raja dan lebih memilih untuk memfokuskan perhatian pada isu-isu lain yang lebih relevan bagi kehidupan sehari-hari mereka.

Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, pernah menyatakan bahwa Australia seharusnya memiliki seorang Australia sebagai kepala negara. Namun, dia juga mengindikasikan bahwa melakukan referendum kedua bukanlah prioritas saat ini.

Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang seberapa jauh masyarakat Australia siap untuk melanjutkan diskusi mengenai perubahan sistem pemerintahan ini.

Selanjutnya: Premi Asuransi Kesehatan Capai Rp 19,36 Triliun hingga Agustus 2024

Menarik Dibaca: Ledakan Matahari Picu Badai Magnet Besar di Bumi, Ini Dampak ke Indonesia

Editor: Handoyo .