JAKARTA. Kendati usianya sudah 73 tahun, sosok Irwan Sutjiamidjaja, Presiden Komisaris PT Dharma Samudera Fishing Industries Tbk (DSFI) masih energik. Ia tampak gesit menangani aktivitas-aktivitas kerja harian di kantor. Seperti saat KONTAN menyambanginya pekan lalu di kantornya, di Jalan RE Martadinata, Tanjung Priok, Jakarta Utara.. Di sela-sela kesibukan kantor, ia masih semangat menceritakan sejarah awal berdirinya DSFE. "Perusahaan ini beroperasi sejak tahun 1973 lalu, sehingga banyak pengalaman yang kami dapat," kata Irwan, yang terlibat di dalam mendirikan DSFI. DSFI merupakan bisnis keluarga Sutjiamidjaja. Awalnya, usaha ini dirintis tiga bersaudara, yaitu Ridwan Sutjiamidjaja, Irwan Sutjiamidjaja, dan Herman Sutjiamidjaja. Pada awal berdiri, DSFI merupakan perusahaan yang bergerak dalam pemasaran udang beku dengan nama CV Dharma Mulia yang didirikan pada tahun 1969.
Irwan Sutjiamidjaya menjabat sebagai direktur utama CV Dharma Mulia. Fasilitas produksi yang dimiliki CV Dharma Mulia terdiri dari gedung pengolahan yang hanya dilengkapi oleh sarana dan prasarana yang cukup untuk mengolah udang saja. Pada tahun 1972, yakni setelah ada Undang-Undang tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Dharma Mulia membangun gedung pengolahan dengan sarana dan prasarana yang lebih memadai. Hasilnya, sejak tahun 1973, kegiatan perusahaan dalam bidang perikanan mulai mapan. Produk utama CV Dharma Mulia saat itu adalah udang beku dan produk lain seperti paha kodok, sotong dan cumi-cumi. Produk itu diekspor ke Amerika Serikat, Jepang, dan negara-negara wilayah Uni Eropa. Irwan bilang, sejak awal perusahaan berdiri, orientasi pasarnya sudah ekspor. Utamanya membidik pasar Jepang karena permintaan sea food dari Negeri Matahari Terbit itu cukup tinggi. Tahun demi tahun, kegiatan perusahaan dalam bidang perikanan mulai mapan. Melihat peluang pasar yang berkembang baik, ekspansi pun terus dilakukan. Dharma Mulia kemudian mencoba menambah lini bisnis di bidang penangkapan ikan. Pesatnya perkembangan bisnis saat itu mendorong perusahaan membangun cool storage atau gudang pendingian di beberapa daerah hingga enam unit. Namun sayang, aktivitas usaha sempat terhenti pada tahun 1982 karena pemerintah mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang melarang penangkapan udang dengan alat tangkap trawl atau pukat harimau. Aturan itu dikeluarkan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Terbitnya regulasi itu membuat pasokan bahan baku udang menjadi seret. Dalam keadaan berhenti sementara, gudang pengolahan disewakan kepada perusahaan lain. Dalam kondisi vakum, perusahaan tetap melakukan riset pasar untuk mencari produk perikanan lain yang berpotensi di pasar internasional. Selain mempelajari peluang pasar yang potensial, perusahaan juga mempelajari alur proses produksi. Setelah melalui riset cukup panjang, sekitar tahun 1984, CV Dharma Mulia bangkit dan aktif kembali. Kali ini, manajemen membanting stir dengan masuk ke bisnis pengolahan produk perikanan. Terobosan Dharma Mulia ini mendapat respon positif dari pasar luar negeri. Dalam waktu singkat, perusahaan sudah banyak mendapat order dari beberapa perusahaan asal Jepang. Salah satunya dari Mitsubishi Corporation. Mereka meminta pasokan tuna beku dan kakap beku. Sejak saat itu perusahaan aktif kembali berproduksi dengan diversifikasi produk yang didominasi oleh ikan kakap merah beku. Tanggal 24 Oktober 1993 CV Dharma Mulia Jakarta berubah nama menjadi PT Dharma Samudera Fishing Industries (DSFI) dengan fokus kegiatan usaha meliputi tiga komoditas ekspor, yaitu kakap beku, tuna steak (steik) dan lobster beku. Sejalan dengan terus perkembangan bisnis perikanan yang digeluti perusahaan, pada 1 Februari 2000 lalu, manajemen perusahaan ini memutuskan untuk masuk ke bursa menjadi perusahan terbuka dengan komoditi andalan fillet kakap merah beku, serta produk olahan ikan yang lain. Setelah dinyatakan go public, PT DSFI berubah menjadi PT Dharma Samudera Fishing Industries Terbuka (PT DSFI Tbk). Saat ini, DSFI tercatat sebagai salah satu perusahaan pengolahan produk frozen fish terbesar di Indonesia. Sekitar 90% dari total produk yang dihasilkan dari lima pabrik pengolahan yang dimiliki oleh DSFI (Jakarta dan Kendari sebagai lokasi pabrik pengolahan utama, serta Kupang, Ambon, dan Sorong) ditujukan untuk pasar ekspor. Negara tujuan ekspor DSFI di antaranya Eropa, Amerika Serikat (AS), Rusia, Australia dan Jepang. Eropa merupakan pasar ekspor terbesar dengan porsi mencapai 30% dari total ekspor DSFI. Terbesar kedua ditempati AS dengan porsi 20% dan Rusia sekitar 15%. Sisanya diekspor ke kawasan lain. Produk olahan ikan DSFI merupakan produk bernilai tambah tinggi meliputi ikan utuh beku dengan isi perut telah dikeluarkan, filet ikan, shasimi, fish cutlets, steik and blocks, hingga lobster masak, lobster hidup, stuffed crab shells, dan cumi-cumi. Khusus di pasar lokal, produk olahan ikan DSFI berupa nugget, bakso, dan burger ikan. Rata-rata pemasaran produk perikanan DSFI mencapai 300 ton-400 ton per bulan, atau lebih dari 4.000 ton setiap tahunnya. Tahun ini, manajemen DSFI menargetkan penjualan produk perikanan meningkat 10% dari US$ 33 juta tahun lalu menjadi US$ 36,3 juta. Nilai penjualan itu didapat dari seluruh penjualan produk perikanan Dharma Samudera. Selain ikan tuna, gurita, sotong dan cumi-cumi, perusahaan juga memproduksi produk olahan berbasis ikan tenggiri dan kakap merah. Sampai kuartal I tahun ini, penjualan produk perikanan DSFI cukup memuaskan, yakni mencapai US$ 8,2 juta atau mengalami kenaikan 15% dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. "Kami berharap, nilai ekspor DSFI selama 2013 akan terus tumbuh," kata Irwan. Gangguan produksi di beberapa negara penghasil ikan turut memicu tingginya ekspor DSFI tersebut. Meski kinerja ekspor perusahaan terus berkembang positif, namun manajemen tidak terlalu muluk-muluk dalam mengembangkan bisnis. "Kami mengharapkan ada kenaikan yang wajar dan berlanjut," kata Irwan. Walaupun dikenal sebagai perusahaan pemrosesan perikanan, namun DSFI tidak memiliki kapal penangkap. Untuk menjamin pasokan bahan baku, DSFI melakukan kerjasama dengan para nelayan di beberapa daerah di Indonesia.
Karena orientasi bisnisnya adalah penjualan di pasar ekspor, maka kualitas ikan yang ditangkap para nelayan harus terjamin. Oleh sebab itu, manajemen DSFI mengaku sangat ketat dalam mendapatkan bahan baku tersebut. "Kami tidak masalah mengenai harga, asal kualitas ikan yang dari nelayan baik," kata Irwan. Saat ini DSFI juga memiliki kerjasama dengan kelompok nelayan di wilayah Makassar yang berjumlah sekitar 45 nelayan. Suplai dari nelayan setempat telah mencapai seperempat dari kapasitas produksi perusahaan. Program kemitraaan dengan para nelayan akan terus ditingkatkan. Selain di Makassar, Irawan bilang, perusahaan banyak mendapat pasokan bahan baku ikan dari nelayan di Kepulauan Aru, Papua. Meski tidak merinci jumlahnya, pasokan ikan dari Kepulauan Aru namun dipastikan pasokan dari sana dalam skala besar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Havid Vebri