Berawal dari keinginan sang anak yang ingin punya usaha sendiri, Monica Subiakto sukses berbisnis fashion. Ia setia mengikuti pameran untuk mempromosikan merek Romantic Cotton. Kini, omzet ratusan juta rutin dia kantongi setiap bulan. Dalam sebuah pameran yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) beberapa saat lalu, ada satu stan yang tampil beda. Dekorasinya cantik dan elegan. Gaya klasik yang berpadu dengan warna lembut mampu memikat banyak mata. Banyak pengunjung pun singgah untuk melihat koleksi baju dan pernik aksesori yang dipajang.Itulah stan Romantic Cotton, brand pakaian yang kini lekat dengan kalangan perempuan kelas atas Ibukota. Setiap kali mengikuti suatu pameran, gerai Romantic Cotton selalu terlihat ramai. Pelanggan seolah tidak mau melewatkan koleksi-koleksi terbaru hasil karya Monica Subiakto.Monic, panggilan akrab pemilik Romantic Cotton, memang mengandalkan pameran sebagai gerai penjualannya. Berkat keikutsertaannya di berbagai pameran inilah, nama Romantic Cotton banyak dikenal. Bahkan, saat merintis usahanya empat tahun silam, Monic juga memanfaatkan ajang pameran, entah di sekolah ataupun di lingkungan tempat tinggalnya.Monic mengawali usaha garmen ini berangkat dari keinginan sang anak, Amanda, untuk memiliki usaha sendiri. Dengan modal Rp 3 juta, perempuan yang pernah bekerja di Danar Hadi dan Matahari Department Store hingga belasan tahun ini menjual kaus-kaus impor asal Bangkok, Thailand. Ia memperoleh kaus itu dari seorang temannya.Melihat respons yang cukup bagus, kemudian, Monic memberanikan diri untuk membuat produk sendiri. Berdagang enam bulan, modalnya berlipat. Akhirnya, dengan Rp 12,5 juta, Monic memulai usaha garmen sejak Juli 2008.Beruntung, ketika masih bekerja, ia kerap berhubungan dengan pengusaha konveksi, baik di daerah maupun di Jakarta. Monic pun menerapkan strategi maklun atau cut, make, & trim (CMT). Ia memberikan contoh beberapa pakaian jadi kepada para pengusaha konveksi mitranya. Selanjutnya, mereka tinggal meniru sekaligus membuat beberapa ukuran.Monic memang tak mendesain sendiri pakaiannya. Desain pakaian yang menjadi contoh, adakalanya, merupakan hasil hasil perburuannya di luar negeri. Tapi, seringkali ide datang ketika ia tak puas melihat baju-baju hasil buruannya. “Lantas, saya ubah bahan, aplikasi, hingga modelnya,” kata Monic yang memperoleh inspirasi dari Laura Ashley, pendiri sekaligus merek fashion dan interior ternama asal Inggris.Untuk membedakan produknya dengan garmen yang lain, Monic memilih hanya memakai warna tertentu, seperti dusty pink, mint green, dan mustard yellow, “Warna-warna yang lembut ini belum banyak dipakai desainer di Indonesia,” tuturnya.Raja katunSesuai dengan namanya, Monic pun sengaja hanya memilih bahan-bahan katun sejak awal. “Bahan ini sangat cocok untuk cuaca di Indonesia,” tuturnya. Ia rela keluar masuk pasar tradisional untuk berburu kain katun karena seringkali toko-toko lama menyimpan stok kain berkualitas.Memiliki selera yang baik dan pandai membaca keinginan konsumen menjadi kunci sukses Monic mengembangkan usahanya. Tak heran, ia pun berhasil masuk ke pasar fashion kelas atas meski harus bersaing dengan beberapa brand yang lebih dulu eksis. Pada akhirnya, etalase Romantic Cotton tak hanya di pameran saja. Selain datang langsung ke kediamannya di kawasan Kemang Pratama, pelanggan juga sering meminta Monic mengirim baju-baju ke rumah mereka untuk dipilih. “Biasanya, mereka memborong beberapa baju sekaligus,” ujar sarjana ekonomi dari Universitas Negeri 11 Maret, Solo ini.Setelah berhasil mengembangkan merek Romantic Cotton, Monic ingin membuat produk lain. Ia juga memanfaatkan kain perca, sisa produksi baju-bajunya, untuk disulap menjadi berbagai aksesori unik. Monic juga memproduksi produk-produk houseware dan boneka. “Pokoknya serba katun, saya ingin menjadi raja katun di Indonesia,” ujarnya.Untuk memproduksi pakaian dan aksesori, Monic telah menggandeng 15 pengusaha konveksi. Mereka tersebar dari Jakarta, Solo, hingga Surabaya.Ia masih setia berkeliling dari satu pameran ke pameran lainnya. Bahkan, perempuan ramah ini sering terlihat ikut melayani pembeli di stan Romantic Cotton bersama beberapa karyawannya. “Boleh dibilang JCC adalah rumah kedua saya,” tutur Monic.Dalam sebulan, Monic menjadwalkan ikut dalam tiga pameran. Lantaran, nama Romantic Cotton sudah terkenal, ia tak perlu repot mencari stan di pameran karena biasanya penyelenggara pameran yang akan mengajaknya untuk ikut dalam pameran mereka. Tak heran, biasanya, Monic sudah mengantongi jadwal pameran setahun ke depan.Tiap pameran, Monic bisa mencetak omzet puluhan juta rupiah. Total, tiap bulan, Monic bisa mengantongi pendapatan hingga ratusan juta rupiah. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Rajin ikut pameran, Monica eksis di bisnis fashion
Berawal dari keinginan sang anak yang ingin punya usaha sendiri, Monica Subiakto sukses berbisnis fashion. Ia setia mengikuti pameran untuk mempromosikan merek Romantic Cotton. Kini, omzet ratusan juta rutin dia kantongi setiap bulan. Dalam sebuah pameran yang digelar di Jakarta Convention Center (JCC) beberapa saat lalu, ada satu stan yang tampil beda. Dekorasinya cantik dan elegan. Gaya klasik yang berpadu dengan warna lembut mampu memikat banyak mata. Banyak pengunjung pun singgah untuk melihat koleksi baju dan pernik aksesori yang dipajang.Itulah stan Romantic Cotton, brand pakaian yang kini lekat dengan kalangan perempuan kelas atas Ibukota. Setiap kali mengikuti suatu pameran, gerai Romantic Cotton selalu terlihat ramai. Pelanggan seolah tidak mau melewatkan koleksi-koleksi terbaru hasil karya Monica Subiakto.Monic, panggilan akrab pemilik Romantic Cotton, memang mengandalkan pameran sebagai gerai penjualannya. Berkat keikutsertaannya di berbagai pameran inilah, nama Romantic Cotton banyak dikenal. Bahkan, saat merintis usahanya empat tahun silam, Monic juga memanfaatkan ajang pameran, entah di sekolah ataupun di lingkungan tempat tinggalnya.Monic mengawali usaha garmen ini berangkat dari keinginan sang anak, Amanda, untuk memiliki usaha sendiri. Dengan modal Rp 3 juta, perempuan yang pernah bekerja di Danar Hadi dan Matahari Department Store hingga belasan tahun ini menjual kaus-kaus impor asal Bangkok, Thailand. Ia memperoleh kaus itu dari seorang temannya.Melihat respons yang cukup bagus, kemudian, Monic memberanikan diri untuk membuat produk sendiri. Berdagang enam bulan, modalnya berlipat. Akhirnya, dengan Rp 12,5 juta, Monic memulai usaha garmen sejak Juli 2008.Beruntung, ketika masih bekerja, ia kerap berhubungan dengan pengusaha konveksi, baik di daerah maupun di Jakarta. Monic pun menerapkan strategi maklun atau cut, make, & trim (CMT). Ia memberikan contoh beberapa pakaian jadi kepada para pengusaha konveksi mitranya. Selanjutnya, mereka tinggal meniru sekaligus membuat beberapa ukuran.Monic memang tak mendesain sendiri pakaiannya. Desain pakaian yang menjadi contoh, adakalanya, merupakan hasil hasil perburuannya di luar negeri. Tapi, seringkali ide datang ketika ia tak puas melihat baju-baju hasil buruannya. “Lantas, saya ubah bahan, aplikasi, hingga modelnya,” kata Monic yang memperoleh inspirasi dari Laura Ashley, pendiri sekaligus merek fashion dan interior ternama asal Inggris.Untuk membedakan produknya dengan garmen yang lain, Monic memilih hanya memakai warna tertentu, seperti dusty pink, mint green, dan mustard yellow, “Warna-warna yang lembut ini belum banyak dipakai desainer di Indonesia,” tuturnya.Raja katunSesuai dengan namanya, Monic pun sengaja hanya memilih bahan-bahan katun sejak awal. “Bahan ini sangat cocok untuk cuaca di Indonesia,” tuturnya. Ia rela keluar masuk pasar tradisional untuk berburu kain katun karena seringkali toko-toko lama menyimpan stok kain berkualitas.Memiliki selera yang baik dan pandai membaca keinginan konsumen menjadi kunci sukses Monic mengembangkan usahanya. Tak heran, ia pun berhasil masuk ke pasar fashion kelas atas meski harus bersaing dengan beberapa brand yang lebih dulu eksis. Pada akhirnya, etalase Romantic Cotton tak hanya di pameran saja. Selain datang langsung ke kediamannya di kawasan Kemang Pratama, pelanggan juga sering meminta Monic mengirim baju-baju ke rumah mereka untuk dipilih. “Biasanya, mereka memborong beberapa baju sekaligus,” ujar sarjana ekonomi dari Universitas Negeri 11 Maret, Solo ini.Setelah berhasil mengembangkan merek Romantic Cotton, Monic ingin membuat produk lain. Ia juga memanfaatkan kain perca, sisa produksi baju-bajunya, untuk disulap menjadi berbagai aksesori unik. Monic juga memproduksi produk-produk houseware dan boneka. “Pokoknya serba katun, saya ingin menjadi raja katun di Indonesia,” ujarnya.Untuk memproduksi pakaian dan aksesori, Monic telah menggandeng 15 pengusaha konveksi. Mereka tersebar dari Jakarta, Solo, hingga Surabaya.Ia masih setia berkeliling dari satu pameran ke pameran lainnya. Bahkan, perempuan ramah ini sering terlihat ikut melayani pembeli di stan Romantic Cotton bersama beberapa karyawannya. “Boleh dibilang JCC adalah rumah kedua saya,” tutur Monic.Dalam sebulan, Monic menjadwalkan ikut dalam tiga pameran. Lantaran, nama Romantic Cotton sudah terkenal, ia tak perlu repot mencari stan di pameran karena biasanya penyelenggara pameran yang akan mengajaknya untuk ikut dalam pameran mereka. Tak heran, biasanya, Monic sudah mengantongi jadwal pameran setahun ke depan.Tiap pameran, Monic bisa mencetak omzet puluhan juta rupiah. Total, tiap bulan, Monic bisa mengantongi pendapatan hingga ratusan juta rupiah. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News