Ramai Emiten Kecil IPO, Investor Publik Bisa Cermati Rambu-rambu Ini Sebelum Beli



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sampai pertengahan 2024, Bursa Efek Indonesia (BEI) ramai kedatangan investor yang mencari dana di bawah Rp 100 miliar atau disebut-sebut sebagai emiten mini. Sejumlah analis menilai hal tersebut wajar, dan memberikan rambu-rambu pada investor publik sebelum memutuskan berinvestasi di emiten tersebut. 

Pada Juli 2024 saja, sudah ada tujuh emiten yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). 

Ketujuh emiten itu ialah PT Soraya Berjaya Indonesia Tbk (SPRE), PT Cipta Perdana Lancar Tbk (PART), PT Indo American Seafood Tbk (ISEA), PT Superior Prima Sukses Tbk (BLES), PT Gunanusa Eramandiri Tbk (GUNA), PT Intra Golflink Resorts Tbk (GOLF), dan PT UBC Medical Indonesia Tbk (LABS). 


Dari ketujuh emiten anyar ini, tidak ada yang membidik dana segar lebih dari Rp 500 miliar, bahkan ada empat emiten yang mencari dana di bawah Rp 100 miliar. 

Sebentar lagi BEI akan kembali kedatangan emiten baru yakni PT Esta Indonesia Tbk (NEST) yang mengincar dana segar Rp 164,50 miliar dan PT PT Global Sukses Digital Tbk (DOSS) mengincar sebanyak-banyaknya Rp  58,5 miliar sampai Rp 60,75 miliar. 

Reza Priyambada, Director PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk (RELI) menjelaskan, aksi korporasi IPO pada dasarnya tergantung dari kebutuhan dana si calon emiten, jadi tidak bisa disamaratakan. 

Kebetulan banyak perusahaan yang akan melakukan aksi korporasi, maupun memperbaiki kinerja keuangan salah satunya melunaskan utang. Nah korporasi memiliki opsi untuk mendapatkan dana dari pembiayaan eksternal maupun dari IPO. 

Baca Juga: Saham BSBK Anjlok Setelah Sebelumnya Melesat 77%, Harganya Masih di Bawah IPO

“Maka itu saya melihat fenomena ini wajar saja karena balik lagi itu sesuai dengan kebutuhan dananya mereka,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (22/7). 

Jikapun belum banyak atau belum ada emiten yang membutuhkan dana jumbo, memang berarti belum ada kebutuhan dana besar bagi perusahaan yang akan menjadi calon emiten. 

Meski mewajarkan fenomena ini, Reza juga memberikan rambu-rambu kepada investor publik sebelum memutuskan berinvestasi di emiten kecil. Pasalnya banyak saham-saham yang baru IPO langsung turun hari yang sama, sehingga merugikan investor yang sudah berinvestasi sejak book building.

Reza menyatakan, investor publik harus melihat kinerja historis perusahaan  dan  prospek industrinya melalui prospektus yang diterbitkan. 

Kemudian ditelusuri kepemilikannya. Menurutnya ini penting karena sebagai pemilik perusahaan apakah aksi penggalangan dana dari publik bertujuan untuk mengembangkan usaha atau sebagai exit strategy. 

Senada, Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas, Sukarno Alatas mewajarkan jika saat ini lebih banyak emiten berskala kecil yang melakukan penawaran umum perdana saham dibandingkan emiten yang beremisi jumbo. Menurutnya hal ini normal dan tidak perlu diwaspadai.

“Justru yang perlu diwaspadai emiten yang masih mencatatkan rugi atau memiliki fundamental kurang bagus,” jelasnya kepada Kontan.co.id saat dihubungi terpisah. 

Ia tidak begitu mempermasalahkan berinvestasi di emiten yang beremisi kecil atau di bawah Rp 100 miliar, selama perusahaan itu memiliki fundamental bagus, terutama valuasinya murah dan prospek ke depannya bagus. Nanti tinggal dibatasi risiko penempatannya, berapa persen dari portofolio. 

Pun bagi Sukarno, emiten dengan emisi jumbo juga tidak menjamin performa sahamnya bagus, jika tidak ditopang dengan kinerja keuangan yang memadai. 

Dia melihat salah satu keuntungan berinvestasi di emiten baru IPO ialah memiliki potensi pertumbuhan yang tinggi karena kebanyakan masih dalam tahap awal pengembangan. 

Baca Juga: Global Sukses Digital dan Esta Indonesia Gelar Book Building IPO

Sedangkan, ada sejumlah hal yang perlu dicermati yakni potensi kerugian akibat perusahaan yang bersangkutan likuiditasnya rendah. Selain itu, investor publik juga tidak bisa banyak berharap menyesap dividen dari emiten berkapitalisasi kecil ini. 

“Untuk emiten dengan size kecil potensi membagikan dividen kecil dan tidak bisa diharapkan. Jikapun ada potensi yield tidak akan besar dan idealnya dengan target ekspansi emiten biasanya akan lebih tunda dulu untuk bagi dividen,” jelasnya. 

Community Lead Indo Premier Sekuritas (IPOT), Angga Septianus menilai ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi lebih ramainya emiten berkapitalisasi kecil melakukan penawaran umum perdana saham di BEI hingga pertengahan tahun ini. 

Pertama, pasar IPO sangat dinamis dan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor ekonomi dan pasar. Emiten besar sering kali memerlukan kondisi pasar yang stabil dan optimis, serta kesiapan dari investor untuk berinvestasi dalam jumlah yang besar. 

“Jika kondisi pasar atau iklim ekonomi sedang tidak mendukung, emiten besar mungkin memilih untuk menunda rencana IPO mereka hingga situasi lebih kondusif,” ujarnya.  

Kedua, adanya dominasi emiten kecil bisa menjadi indikasi bahwa investor saat ini lebih cenderung mencari peluang yang lebih terjangkau dan berpotensi memberikan keuntungan lebih cepat. 

Ini mungkin juga mencerminkan tren pasar yang sedang berfokus pada pertumbuhan sektor-sektor tertentu yang dianggap menjanjikan dalam jangka pendek.

Namun, ini tidak serta-merta berarti bahwa potensi IPO jumbo di tahun ini sudah habis. Angga menegaskan, pasar saham selalu berkembang dan mungkin akan melihat beberapa emiten besar yang merencanakan IPO pada periode berikutnya ketika kondisi pasar lebih menguntungkan. 

“Sebagai pengamat pasar, kita perlu terus memantau perubahan dan tren yang terjadi serta menilai bagaimana faktor-faktor eksternal dapat memengaruhi keputusan emiten besar untuk melaksanakan IPO mereka,” jelasnya. 

Dia menjelaskan lebih lanjut, investasi di emiten kecil atau mini dapat menawarkan berbagai peluang menarik, namun juga disertai dengan beberapa risiko yang perlu dipertimbangkan. 

Salah satu keuntungan yang dapat didapat investor ialah potensi pertumbuhan yang signifikan. Emiten kecil sering kali berada pada tahap awal pertumbuhan, menawarkan kesempatan bagi investor untuk meraih keuntungan yang substansial jika perusahaan berhasil berkembang.

Keuntungan lainnya harga saham yang terjangkau. Angga memaparkan, saham emiten kecil biasanya diperdagangkan pada harga yang lebih rendah dibandingkan dengan saham emiten besar, memungkinkan investor untuk membeli saham dengan modal yang lebih kecil.

Di sisi lain ada potensi kerugian yang dapat mendera. Pertama, volatilitas yang tinggi, di mana saham emiten kecil cenderung lebih volatil dengan fluktuasi harga yang tajam, yang dapat meningkatkan risiko kerugian bagi investor.

Kedua, likuiditas terbatas. Emiten kecil mungkin memiliki volume perdagangan yang rendah, membuat sulit untuk membeli atau menjual saham dalam jumlah besar tanpa mempengaruhi harga pasar.

Ketiga, keterbatasan informasi. Emiten kecil sering kali memiliki keterbatasan dalam menyediakan informasi yang lengkap dan transparan, sehingga menyulitkan investor dalam melakukan analisis menyeluruh.

Melihat keuntungan dan kerugian itu, Angga menyatakan, ada beberap hal yang perlu diwaspadai investor publik, yakni memahami industri dan model bisnis dan kenali dengan baik sektor tempat emiten kecil beroperasi dan evaluasi apakah mereka memiliki keunggulan kompetitif yang signifikan.

Angga merekomendasikan salah satu emiten IPO yang dilihatnya cukup menarik, yakni PT Gunanusa Eramandiri Tbk (GUNA) karena memiliki fundamental dan teknikal yang baik. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi