KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) memastikan telah mengikuti peraturan dan ketentuan yang ada untuk penanganan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal ini juga sekaligus menjawab persoalan yang sempat timbul menyusul dugaan pelanggaran Perjanjian Kerja Bersama (PKB) oleh CPI.
Manager Corporate Communication Chevron Pacific Indonesia, Sonitha Poernomo mengungkapkan hubungan kerja PT CPI dan karyawannya diatur oleh dan tunduk pada peraturan perundangan-undangan yang berlaku dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) yang telah disepakati PT CPI dengan serikat pekerja selaku perwakilan karyawan. "PT CPI menghormati hak setiap karyawan untuk menyampaikan pendapat, kami juga menghormati keputusan yang ditetapkan lembaga peradilan Republik Indonesia," terang Soenitha ketika dihubungi Kontan, Rabu (4/8).
Kendati demikian, masih terjadi perbedaan pendapat antar pegawai yang di PHK dan pihak Chevron. Dalam keterangan Chevron, Mahkamah Agung telah memutuskan mengabulkan permohonan PHK PT CPI terhadap dua orang pegawai, yaitu YT dan NOF. Sementara itu, pengajuan permohonan PHK CPI terhadap dua orang pegawai lainnya (ROF dan AB) juga telah disetujui oleh Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Pekanbaru. Atas putusan PHI Pekanbaru dimaksud, mereka mengajukan banding ke Mahkamah Agung. "Merupakan komitmen dan kewajiban PT CPI untuk menegakkan aturan dan disiplin Perusahaan dengan tujuan menjaga nilai-nilai dan kinerja Perusahaan serta untuk membangun hubungan ketenagakerjaan yang konstruktif," kata Soenitha. Hal ini pun dibantah oleh salah satu pegawai Chevron yakni Yuli Triono (YT). Yuli dalam keterangannya kepada Kontan mengungkapkan dalam kasusnya seluruh gugatan perusahaan telah ditolak oleh hakim. Selain itu, pengajuan banding justru disebut Yuli dilakukan oleh pihak Chevron. "Intinya dalam kasus saya seluruh gugatan perusahaan sudah ditolak hakim, tidak sedikitpun pengacara perusahaan bisa membuktikan tuduhan-tuduhan mereka," ujar Yuli kepada Kontan, Kamis (5/8). Yuli melanjutkan, PHK yang dialami telah banyak memangkas hak-haknya sebagai karyawan. Mulai dari gaji yang tidak dibayarkan selama berbulan-bulan, dana tabungan yang disetorkan setiap bulannya tidak bisa dicairkan, sampai diminta untuk meninggalkan rumah yang mereka tempati saat ini yang berada di komplek Chevron. Tidak hanya itu, Yuli Triono tidak diberikan akses untuk masuk ke kantor dan mengambil data dari komputernya. “Status saya sampai saat ini masih merupakan karyawan CPI berdasarkan PKB Pasal 125 ayat 1. Namun saat ini, saya tidak lagi menerima gaji, dan bahkan saya beberapa kali dikirim surat untuk meninggalkan rumah,” kata Yuli. Sebelumnya, tiga serikat pekerja yang terdiri dari Serikat Pekerja Nasional Chevron (SPNC), Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) dan Serikat Pekerja Chevron Indonesia (SPCI) mempermasalahkan kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang tidak berdasar kepada empat karyawan CPI.
Baca Juga: Dirut Pertamina Hulu Rokan: Sebanyak 2.691 pekerja Chevron telah setuju bergabung Menurut Serikat Pekerja, hingga saat ini belum ada penetapan tertulis dari Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial (PHI) yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan keempat karyawan bersalah dan layak untuk di PHK sesuai dengan bunyi PKB pada pasal 125 ayat (1). Merujuk pasal tersebut, maka status keempat karyawan tersebut sampai dengan saat ini seharusnya masih merupakan pekerja CPI. Ketua Umum SPNC Ruslan Husin mengungkapkan, ketiga Serikat Pekerja memperingatkan pihak CPI agar patuh dan melaksanakan ketentuan PKB Pasal 141 terkait PHK Pekerja CPI setelah berakhirnya kontrak Blok Rokan. Artinya, ketika terjadi alih kelola nanti, keempat karyawan dapat menerima manfaat sebagaimana mestinya. “Bahwa kita mempunyai Kesepakatan yang sudah kita sepakati dan daftarkan ke pihak yang berwenang di dalam PKB, terkait dengan PHK pekerja CPI dengan berakhirnya Kontrak Blok Rokan yang diatur dalam Pasal 141 PKB," kata Ruslan dikutip dari keterangan resmi, Rabu (4/8).
Ruslan melanjutkan, Blok Rokan yang dikelola CPI, akan berakhir pada tanggal 8 Agustus 2021 dimana Pasal 141 PKB tersebut menjadi Landasan Hukum CPI untuk melakukan kesepakatan PHK kepada seluruh Pekerja CPI yang saat ini bekerja di Blok Rokan. Adapun, Persetujuan Bersama (PB) untuk PHK kepada Pekerja CPI lainnya sudah disepakati dan tinggal menunggu pelaksanaan serta pembayaran manfaat PHK saja. Ruslan menekankan permasalahan yang menimpa ke empat pekerja seharusnya dapat diselesaikan secara
bipartit tanpa perlu mengusulkan PHK. Ruslan Husin menyoroti unit kerja
Human Resources Industrial Relations (HRIR) CPI yang dinilai tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik sebagai pembina serta menjalin hubungan industrial yang harmonis antara perusahaan dengan pekerja. "PKB kami buat dengan sangat jelas dan tanpa perlu penafsiran apapun. Seharusnya HRIR menjalankan proses pembinaan terlebih dahulu dengan memberikan peringatan tertulis sebagaimana ketentuan perundangan. Kami mencatat, banyak sekali pelanggaran PKB yang telah terjadi menyangkut hak pekerja," kata Ruslan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .