KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah berencana untuk menerapkan larangan ekspor komoditas timah dan tembaga dalam bentuk mentah. Kebijakan ini menyusul larangan ekspor bijih nikel yang sudah lebih dulu diberlakukan pada awal tahun 2020. Secara jangka pendek, aturan ini memang terlihat sebagai sentimen negatif. Namun secara jangka panjang, rencana ini bisa berdampak baik bagi emiten. Salah satunya bisa meningkatkan nilai jual dari komoditas mineral. Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Samuel Glenn Tanuwidjaja menyebut, saat ini sejumlah emiten tambang logam sudah mulai menyiapkan fasilitas pabrik pengolahan (smelter).
Misalkan, PT Merdeka Copper Gold Tbk (
MDKA) sudah menyiapkan belanja modal atau
capital expenditure (capex) senilai Rp 1,2 triliun untuk smelter tembaga di tahun ini. Di sisi lain, PT Timah Tbk (TINS) juga sudah menyerap capex Rp 500 miliar untuk pembuatan smelter timah. “Persiapan ini adalah langkah tepat emiten untuk memperbesar nilai jual,menambah
industrial clients, dan meningkatkan
smelting technology,” terang Glenn saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (29/11).
Baca Juga: Wamendag sebut nikel komoditas strategis dan siap berjuang di WTO lawan Uni Eropa Glenn melihat, secara fundamental, larangan ekspor bisa menurunkan
supply timah secara global dan menaikkan harga global. Efek ini lebih berdampak ke psikologis trader timah dan tembaga, baik
trading physical commodity maupun
futures/forward contracts. Hal ini menimbulkan
short term forward perception bahwa pasokan dari Indonesia akan menurun dan
long term catalyst untuk menaikkan harga komoditas tersebut. Harga akan semakin kiclong apabila permintaan domestik semakin bertumbuh. Tujuan ekspor timah masih dipegang oleh kawasan Asia yang menyumbang 53%, diikuti wilayah Eropa (31%) dan Amerika (11%). Hal ini bisa menunjukkan prospektif yang baik bagi TINS dimana
processed tin material bisa bersaing dengan negara-negara di Asia. Namun, sentimen negatif bisa datang dari asumsi jika konsumen Asia menilai
processed tin material negara-negara di Asia lebih murah dibanding Indonesia.
Prospek harga kedua komoditas ini pun dinilai masih akan stabil. Secara teknikal, harga timah di London Metal Exchange (LME) diprediksi akan kembali stabil di kisaran US$ 34.500-US$ 36.500 per ton pada 2022. Sementara untuk tembaga, Glenn memproyeksikan harga tembaga di LME akan tetap kembali stabil ke level US$ 8.900 sampai US$ 9.100 per ton di tahun depan.
Editor: Anna Suci Perwitasari