KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten bakal menggelar aksi korporasi berupa
rights issue maupun
initial public offering (IPO). Mayoritas penggunaan dana dari aksi korporasi ini akan digunakan sebagai modal ekspansi. Misalnya, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (
BBRI) yang akan menggelar penambahan modal dengan
rights issue. Penerbitan saham baru ini dilakukan terkait rencana pembentukan holding ultra mikro. Pembentukan holding ultra mikro ini akan melibatkan BBRI, Permodalan Nasional Madani (PNM), dan PT Pegadaian. Bank pelat merah ini ditargetkan mengumpulkan dana segar hingga Rp 41 triliun. Analis Senior Sucor Sekuritas Edward Lowis menilai, pembentukan holding ultra mikro akan sangat berdampak positif ke kinerja BBRI dalam jangka menengah. Holding ini akan menciptakan sinergi yang bisa dihasilkan dari merger, terutama dari sisi rasio biaya operasi yang diproyeksikan akan menurun. Selain itu,
cross selling antar produk BBRI dan Pegadaian akan semakin tinggi.
BBRI memang belum mengumumkan harga pelaksanaan
rights issue. Akan tetapi jika dihitung dari jumlah saham makimum yang bisa diterbitkan dan juga target jumlah dana yang dihimpun, maka perkiraan harga terendah berada di kisaran Rp 3.350. “Besar kemungkinan harga
rights issue akan di bawah harga pasar saat ini untuk menarik minat investor untuk berpartisipasi,” terang Edward saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (28/7).
Baca Juga: Buka peluang startup teknologi tercatat di Papan Utama, BEI tunggu persetujuan OJK Selain BBRI, sejumlah bank tercatat juga akan menerbitkan saham baru dalam rangka menghimpun dana. PT Bank Negara Indonesia Tbk (
BBNI) misalnya, telah menyiapkan rencana penambahan modal melalui
rights issue senilai Rp 11,7 triliun. Ada pula PT Bank Tabungan Negara Tbk (
BBTN) yang akan
rights issue dengan estimasi dana Rp 5 triliun. Edward menilai,
rights issue yang dilakukan dua emiten pelat merah ini wajar saja, karena BBNI dan BBTN sedang mempersiapkan diri dan modal untuk mendukung pertumbuhan kredit ketika ekonomi mulai tumbuh nantinya. “Namun apakah maraknya
rights issue ini menandakan pasar saham telah pulih, kita harus melihat realisasi atau tingkat partisipasi investor publik dalam
rights issue nanti. “ sambung dia. Selain emiten perbankan, sejumlah emiten lain juga berencana menghimpun dana jumbo lewat
rights issue. PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (
TPIA) salah satunya, yang berencana
rights issue sebanyak-banyaknya 7,17 miliar dengan estimasi dana yang terkumpul Rp 63,45 triliun (dengan asumsi harga terakhir).
Baca Juga: Langkahi Bukalapak (BUKA), Chandra Asri (TPIA) Siapkan Aksi Korporasi Rp 63 Triliun Emiten petrokimia ini akan menggunakan dana hasil rights issue untuk belanja modal guna menambah kapasitas produksi Chandra Asri atau anak usaha. Tak hanya melalui
rights issue, penggalangan dana di pasar modal juga ada yang melalui
initial public offering (IPO). Bukalapak (BUKA) misalnya, yang menggelar IPO dengan menawarkan 25,76 miliar saham pada harga penawaran Rp 850 per saham. Alhasil, perusahaan e-commerce ini meraup dana segar sekitar Rp 21,9 triliun, yang terbesar sepanjang sejarah bursa. Bukalapak akan menggunakan sekitar 66% dana IPO sebagai modal kerja. Sisanya, akan dimanfaatkan untuk modal kerja sejumlah anak usaha Bukalapak. Direktur Asosiasi Riset dan Investasi Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus menilai, penggunaan dana hasil IPO BUKA akan menjadi sebuah langkah positif. Terlebih, BUKA merupakan salah satu jembatan teknologi yang saat ini digunakan untuk menghidupi UMKM bersama dengan Tokopedia dan Gojek. “Karena dana tersebut akan digunakan BUKA untuk terus melangkah dan mendorong perekonomian Indonesia terutama di kala pandemi,” terang Nico.
Baca Juga: Holding ultra mikro dinilai mampu membuat ekosistem pembiayaan lebih kompetitif Sedangkan untuk BBRI dan TPIA, semua dana hasil
rights issue yang akan digunakan untuk ekspansi mencerminkan fundamental perusahaan yang kuat, didukung oleh pangsa pasar yang terjaga dengan baik. Hal ini memberikan keberlanjutan bisnis yang baik, dan akan menciptakan prospek valuasi yang menarik di masa yang akan datang.
Nico menilai, selama sektor industrinya mendukung, saham baru yang diterbitkan emiten diyakini akan terserap sempurna. “Apalagi industri yang masih mencatatkan kinerja positif meskipun pandemi terjadi,” ujar dia. Hanya saja, Edward menilai, lonjakan kasus Covid-19 dan juga pembatasan sosial PPKM akan berdampak negatif bagi industri perbankan, terutama dari sisi kualitas aset dan juga pertumbuhan kredit. Namun, Sucor Sekuritas melihat saham perbankan masih memiliki prospek yang cukup bagus dengan valuasi yang menarik, terutama untuk bank besar konvensional. Pilihan utama Sucor Sekuritas di sektor ini antara lain PT Bank Mandiri Tbk (
BMRI) dan
BBNI untuk saham
big caps, PT CIMB Niaga Tbk (
BNGA) untuk saham
mid-sized, dan PT Bank Jago Tbk (
ARTO) sebagai
proxy perbankan digital
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati