Ramai Penolakan Iuran Tapera, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto Irit Bicara



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto irit bicara ketika diminta penjelasannya mengenai ramainya penolakan gaji karyawan yang dipotong untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Polemik tersebut muncul setelah pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat yang diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Nanti kami lihat. Nanti kami cek," ujar Airlangga saat ditemui di Jakarta, Rabu (29/5).


Airlangga memilih enggan berkomentar banyak terkait persoalan tersebut. Namun dirinya mengatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan menteri terkait, termasuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Baca Juga: Ekonomi Sulit, Serikat Buruh Tuding Iuran Tapera Hanya Menambah Beban Pekerja

"Ya nanti dicek dengan menteri terkait," katanya.

Untuk diketahui, beleid yang merupakan revisi PP Nomor 25 Tahun 2020 tersebut mewajibkan pekerja membayar iuran Tapera sebesar 2,5% dari upah dan pemberi kerja 0,5%. Iuran Tapera efektif berlaku paling lambat 2027.

Diberitakan Kontan sebelumnya, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat menyayangkan pembentukan kebijakan yang menambah beban pekerja.

Sebab, kata Mirah, saat ini pekerja sudah banyak dibebankan oleh kesulitan ekonomi dengan naiknya harga bahan-bahan pokok, upah rendah, dan ancaman badai Pemutusan  Hubungan Kerja (PHK).

Baca Juga: Kebijakan Iuran Tapera 2,5% Memberatkan Pekerja Berpenghasilan Kecil

"Situasi kondisi pekerja buruh saat ini sudah luar biasa sulit untuk menjalankan kehidupan, upahnya murah sudah berlangsung sejak Undang-undang Omnibuslaw Cipta Kerja tahun 2021," katanya.

Menurutnya, kebijakan Tapera akan sangat merugikan para pekerja, dia menduga bahwa pembentukan Badan yang menangani Tapera hanya merupakan alat bagi pemerintah untuk membagi-bagikan kekuasaan.

"Pasti ada susunan komisaris, direktur, dan saya menduga kuat itu hanya untuk bagi-bagi kekuasaan bagi kelompok-kelompok kekuasaan untuk duduk di sana," tegas Mirah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli