KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri hulu minyak dan gas bumi kembali bergairah. Ada dua penemuan gas jumbo yang telah membuat investor kakap sumringah. Namun demikian skema bagi hasil gross split dianggap tidak ekonomis untuk melanjutkan proyek. Maka awal tahun depan akan banyak perusahaan migas meminta kembali ke skema bagi hasil cost recovery. Seperti diketahui sebelumnya, ENI, perusahaan migas asal Italia telah menemukan cadangan gas in place dari sumur eksplorasi Geng North-1 di WK North Ganal sebesar 5 TCF dengan kandungan kondensat diperkirakan mencapai 400 Mbbls. Wilayah Kerja migas ini berlokasi sekitar 85 kilometer dari lepas pantai Kalimantan Timur. Kemudian juga, Mubadala Energy, perusahaan asal Uni Emirat Arab mengumumkan penemuan besar cadangan gas bumi in place di Wilayah Kerja (WK) South Andaman dengan potensi lebih dari 6 TCF (trillion cubic feet).
Tetapi, tantangan kedepan adalah soal keekonomian proyek. Mubadala Energy masih memakai skema gross split. Sejauh ini Mubadala belum meminta untuk mengganti skema bagi hasil menjadi cost recovery. Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Benny Lubiantara mengungkapkan, jangan heran untuk proyek-proyek selanjutnya di wilayah kerja yang sama perusahaan migas akan meminta kembali ke skema bagi hasil cost recovery. "PHE paling banyak, mereka minta tujuh WK kembali ke cost recovery, bahkan Blok Rokan juga meminta untuk diskusi soal keekonimian proyek," imbuh dia, dalam pertemuan dengan editor media massa, kemarin. Ia mengungkapkan, SKK Migas sebagai regulator sebenarnya tidak peduli investor migas memakai skema apa, tetapi yang menjadi fokus SKK Migas adalah dari dua skema bagi hasil itu, bagian negara harus lebih banyak jika nantinya diterapkan. "Sekarang sudah ada perangkat hukumnya, boleh memakai gross split atau cost recovery," ungkap dia. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas Permen ESDM Nomor 08 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Peraturan ini memberikan penegasan pemberlakuan bentuk kontrak kerja sama dan fleksibilitas terkait kontrak bagi hasil yaitu cost recovery atau gross split. Benny menjelaskan, jika perusahaan migas memakai gross split maka biasanya mereka meminta tambahan split kepada Menteri ESDM, dan Menteri ESDM akan mengeluarkan diskresi angka tambaha. "Biasanya mereka mintanya besar, tidak mau single digit, bisa double digit, ini kan bagaimana?" ungkap dia. Padahal, yang terpenting itu, dari skema yang diterapkan tentu saja negara harus mendapat lebih banyak dari bagi hasil minyak dan gas bumi. Jika negara tidak mendapat banyak, maka SKK Migas tidak akan menyetujui. "Saya tidak mau dikemudian hari salah karena menerapkan skema yang tidak menguntungkan negara," kata Benny. Ia juga menjelaskan filosofi dari duit negara, dari dua skema itu semua memakai uang investor dalam melakukan kegiatan eksplorasi maupun produksi. sehingga, anggapan orang jika memakai cost recovery sama saja dengan memakai uang negara itu tidak betul. "Skema gross split dan cost recovery itu hanya mekanisme. tetap saja semua pakai uang investor awalnya. Kalau gross split itu keluar 100 dia minta 100 dan tidak di challange lagi, kalau cost recovery dia ajukan 100 belum tentu kami setujui 100," kata dia. Medco Minta ke Cost Recovery Sementara itu, Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Benny Lubiantara mengungkapkan bahwa diskusi Medco dengan SKK Migas sudah berlangsung 2 tahun untuk bisa kembali ke cost recovery di Blok Corridor. "Medco mengantisipasi, makanya sebelum jalan gross splitnya, dia minta pindah. Lalu disetujui," ungkap dia. Ia mengatakan, harusnya Medco Energy mesti menjalankan skema gross split pada Desember 2023 ini, tetapi lantaran dianggap tidak ekonomis maka mereka meminta amendemen kontraknya. Direktur Utama Medco E&P Ronald Gunawan mengungkapkan, skema cost recovery yang akan diadopsi memiliki persyaratan yang lebih baik untuk memastikan keekonomian pengembangan dari beberapa rencana pengembangan baru dan mempertahankan eksplorasi lebih lanjut di blok tersebut. "Perjanjian ini merupakan langkah maju yang signifikan dalam menjamin masa depan Blok Corridor yang stabil dan berkelanjutan, sehingga memberikan manfaat besar bagi bangsa, MedcoEnergi, mitra dan seluruh pemangku kepentingan," ujar Ronald dalam siaran pers, Kamis (13/12). Ronald menambahkan, alokasi dan harga gas untuk tiga pembeli gas juga telah disetujui, termasuk untuk PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Selanjutnya, Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) akan ditandatangani kedua belah pihak dalam waktu dekat. Adapun, total penyerahan harian gas berdasarkan kontrak dari blok tersebut saat ini mencapai ~700 bbtud, dengan 83% dijual ke pembeli domestik dan 17% diekspor ke Singapura. Sebagai informasi, skema gross split ialah skema perhitungan bagi hasil pengembangan wilayah kerja migas antara pemerintah dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) diperhitungkan di muka. Pemerintah tidak ikut campur terhadap proses pengadaan barang dan jasa kegiatan usaha hulu migas. Skema cost recovery ialah kontrak bagi hasil penggantian biaya operasi bagi wilayah kerja oleh negara. Jadi biaya operasi dikeluarkan lebih dahulu oleh kontraktor untuk melaksanakan kegiatan eksplorasi, eksploitasi, dan produksi migas Melansir laporan tahunan MEDC 2022, di tahun lalu produksi Blok Corridor berkontribusi sebesar 70,2 MBOEPD kepada Medco Energi dan efisiensi operasi langsung mencapai 99,6%. Blok Corridor merupakan produsen gas terbesar kedua di Indonesia, dengan gas yang dijual melalui kontrak jangka panjang kepada mitra yang andal di Indonesia dan Singapura. Corridor saat ini fokus pada pengembangan lapangan lebih lanjut untuk mengoptimalkan nilai blok.
Bukan Karena Gross Split Deputi Eksplorasi, Pengembangan, dan Manajemen Wilayah Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Benny Lubiantara juga menegaskan bahwa penemuan lapangan jumbo atau giant di Layaran oleh Mubadala bukan karena memakai skema gross split. "Mereka itu karena tidak ada pilihan lain ketika itu memakai gross split," kata dia. Lalu penemuan di Geng North-1 di WK North Ganal sebesar 5 TCF juga bukan karena gross split, sebab Eni itu sudah memakai cost recovery ketika menemukan potensi gas itu. Demikian pula dengan Saka Kemang, yang digosipkan memakai gross split sehingga menemukan cadangan gas. "Saya mau luruskan, bukan karena gross split," kata dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Azis Husaini