Ramai-ramai petani dan peternak petisi kebijakan Kemtan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Polemik perbedaan data pangan antara Kementerian Pertaian (Kemtan) dan Badan Pusat Statistik (BPS), khususnya data produksi padi kembali bergulir. Kali ini, Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) bersama dengan 15 perwakilan organisasi dan asosiasi petani serta peternak mengeluarkan unek-uneknya terhadap kinerja Kemtan yang selama ini dinilai gagal menyokong pengembangan sektor pertanian dan peternakan di dalam negeri.

Ketua Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi (Pataka) Yeka Hendra Fatika, selaku penggagas pertemuan dengan perwakilan petani dan peternak tersebut, sepakat membacacakan petani terhadap Kemtan sebagai hasil refleksi akhir tahun 2018. Mereka sepakat telah terjadi pembohongan data produksi pertanian, terbukti dari data terbaru BPS yang mengoreksi data produksi beras Kemtan. "Karena itu kami meminta presiden mengevaluasi kementerian pertanian,"ujarnya dalam siaran pers, Jumat (23/11).

Dalam pertemuan yang digelar pada Kamis (22/11) tersebut, Dean Novel perwakilan Agropreneur Jagung dari Lombok menilai selama ini Kemtan tidak memberikan apa yang menjadi kebutuhan petani. Ia mengambil contoh, saat pemerintah mendorong petani jagung melakukan tanam serentak. Nah ketika terjadi panen serentak, harga jagung turun, akibatnya petani rugi.


"Padahal kalau pemerintah menyiapkan sarana penyimpanan jagung seperti alat pengering dan pergundangan, harga produk petani tidak akan jatuh, tapi itu tidak terjadi,"sesalnya.

Mulyono Makmur perwakilan dari Perhimpunan Penyuluh Pertanian Indonesia (Perhiptani) juga mengemukakan hal senada. Ia bilang, sampai saat ini, Indonesia tidak swasembada pangan lantaran Kemtan tidak memiliki konsep yang jelas dalam mencapai target tersebut. "Jadi akan sulit mau swasembada, tapi tidak ada konsep. Konsep yang dipakai sekarang adalah konsep green revolution,"ujarnya.

Ketua Harian Gabungan Organisasi Peternak Ayam Nasional (GOPAN) Sigit Prabowo menyatakan, kebijakan Kemtan di sektor pertanian juga sepotong-sepotong. Ketika kemtan menstop impor jagung, harga anak ayam usia sehari atau Day Old Chicken (DOC) naik, dan banyak peternak yang terancam gulung tikar.

Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI) Agus Warsito menambahkan, sempat berharap harga susu segar dalam negeri naik pasca Kemtan mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan industri menyerap susu segar lokal. Namun harapan tersebut pupus ketika Kemtan kembali merevisi aturan tersebut dan tidak lagi mewajibkan industri menyerap susu lokal. "Artinya Kemtan tidak mempunyai kedaultan di negeri sendiri, dan justru tunduk kepentingan asing,"bebernya.

Sementara Ketua Umum Dewan Bawang Merah Indonesia (DBMI) Mudatsir mengatakan, keberpihakan pemerintah untuk membantu petani hanya sebatas dalam dokumen negara. Ada Peraturan Menteri Pertanian terkait harga referensi bawang merah di tingkat petani. Tapi kebijakan itu berjalan jika harga sedang melonjak. "Ketika harga bawang merah di petani jatuh,  tidak ada yang merespon,"ujarnya.

Ketua Asosiasi Produsen Padi Nasional (APPN), Cuncun Wijaya menilai, pemerintah telah menjadi petani padi sebagai sapi perah. Terlihat dari kebijakan pemerintah yang meminta petani untuk terus menanam padi hingga tiga kali dalam setahun, tapi di sisi lain pemerintah tak pernah menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) untuk gabah kering panen (GKP) sebesar Rp3.700 per kg. Padahal nilai itu sudah jauh di bawah biaya produksi yang mencapai Rp 4.100/kg.

"Padahal inflasi sudah naik berkali-kali naik,"ujarnya.

Namun dalam berbagai kesempatan, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengaku kebijakan Kemtan di sektor pertanian dan peternakan menunjukkan kemajuan. Selain berhasil menstop impor jagung, kemtan juga mengekspor jagung. Namun gejolak harga terjadi lantaran distribusi pangan yang tidak merata akibat penyaluran logistik yang terhambat. Karena itu, Kemtan membantah adanya kemunduran di sektor pertanian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli