JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Indonesia Petroleum Association (IPA), dan DPR menolak penerapan sistem pembayaran pajak dan royalti ( royalty and tax) di draf Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas). Pasalnya, sistem ini dikhawatirkan mendorong pengurasan sumber daya energi di Indonesia. Sebagai gambaran dengan sistem ini maka kontraktor migas hanya dikenakan royalti dan pajak atas sumberdaya alam yang mereka angkat ke permukaan. Sementara saat ini kontraktor hanya bertugas mengangkat minyak, lalu di bagi dengan pemerintah. Sementara ongkos pengangkatan ditanggung oleh pemerintah melalui cost recovery. Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana berpendapat, sistem royalty and tax tidak tepat jika orientasinya untuk menaikan produksi migas. Ia malah mengusulkan agar peran pemerintah dan pajak di kurangi. "Kalau perlu hapus sistem cost recovery dan ganti dengan gross Production Sharing Contract (PSC)," katanya, Senin (13/4).
Rame-rame menolak pajak dan royalti di RUU Migas
JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Indonesia Petroleum Association (IPA), dan DPR menolak penerapan sistem pembayaran pajak dan royalti ( royalty and tax) di draf Rancangan Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (RUU Migas). Pasalnya, sistem ini dikhawatirkan mendorong pengurasan sumber daya energi di Indonesia. Sebagai gambaran dengan sistem ini maka kontraktor migas hanya dikenakan royalti dan pajak atas sumberdaya alam yang mereka angkat ke permukaan. Sementara saat ini kontraktor hanya bertugas mengangkat minyak, lalu di bagi dengan pemerintah. Sementara ongkos pengangkatan ditanggung oleh pemerintah melalui cost recovery. Sekretaris SKK Migas Gde Pradnyana berpendapat, sistem royalty and tax tidak tepat jika orientasinya untuk menaikan produksi migas. Ia malah mengusulkan agar peran pemerintah dan pajak di kurangi. "Kalau perlu hapus sistem cost recovery dan ganti dengan gross Production Sharing Contract (PSC)," katanya, Senin (13/4).