Rangkap jabatan menteri indikasi inkonsistensi Jokowi?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsistensi Presiden Joko Widodo melarang menterinya rangkap jabatan di partai politik memudar. Larangan tersebut mulai tidak dijalankan lagi. Cerminan bisa dilihat dari kasus Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian.

Airlangga Desember lalu dikukuhkan oleh Musawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar menjadi ketua partai berlambang pohon beringin tersebut. Tapi, sampai saat ini, atau hampir sebulan setelah pengukuhan tersebut, tidak ada pernyataan mengundurkan diri yang dikeluarkan Airlangga walaupun setelah pengukuhan tersebut dia rangkap jabatan; menjadi Ketua Umum Golkar dan Menteri Perindustrian.

Dia menyerahkan sepenuhnya nasib di Kabinet Kerja kepada Jokowi sebagai pemegang hak prerogatif. Pun begitu, dari pihak Istana maupun Jokowi. Status Airlangga yang rangkap jabatan tidak membuatnya mengeluarkan satu patah perintah atau permintaan agar Airlangga mundur dari kabinet.


Sinyal terbaru yang keluar dari Presiden Jokowi usai melantik Idrus Marham menjadi menteri sosial menggantikan Khofifah Indar Parawansa. Airlangga masih dipertahankan menjadi Menteri Perindustrian. Gambaran dan perlakuan tersebut jelas berbeda jika dibandingkan dengan yang terjadi pada awal masa Kabinet Kerja mulai bekerja dulu. Saat itu, sejumlah menteri tercatat masih menjadi pengurus di partai mengundurkan diri setelah dilantik menjadi menteri.

Salah satu contoh, Tjahjo Kumolo, Menteri Dalam Negeri. Setelah dilantik, politisi PDIP tersebut langsung mengajukan pengunduran diri dari kursi sekjen PDIP karena ingin mematuhi larangan Jokowi. Langkah serupa juga dilakukan Yuddy Chrisnandi dan Saleh Husin.

Selepas ditunjuk jadi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi serta Menteri Perindustrian; walau kemudian terkena resshufle di tengah jalan, juga langsung mengundurkan diri dari kepengurusan Partai Hanura. Jokowi beralasan, perbedaan perlakuan tersebut disebabkan oleh usia Kabinet Kerja yang tinggal dua tahun lagi.

Pergantian menteri apalagi perindustrian di sisa waktu kerja yang mepet dikhawatirkan akan mengganggu kinerja kementerian. "Kalau ditaruh orang baru, paling tidak butuh belajar enam bulan, setahun ini bisa menyulitkan, apalagi pekerjaan di Kementerian Perindustrian tidak mudah," katanya.

Lagipula dalih Jokowi, Airlangga berkinerja bagus. Dia paham soal industri, konsep makronya dan strategi penyiapan industri yang handal ke depan. Jusuf Kalla, Wakil Presiden yang juga sesepuh di partai tempat bernaung Airlangga sementara itu menjamin, rangkap jabatan tidak akan mengganggu kinerja Airlangga sebagai menteri.

Airlangga akan mampu menyisihkan 90% waktunya untuk mengurusi pekerjaannya sebagai menteri. "Karena urusan partai bisa diurus malam- malam," katanya.

Siti Zuhro, pengamat politik LIPI mengatakan, sinyal yang diberikan Jokowi dan JK tersebut bisa merugikan Jokowi, khususnya bila dia ingin mencalonkan diri lagi menjadi presiden. Sinyal tersebut bisa dilihat masyarakat bahwa Jokowi telah kehilangan konsistensinya demi kepentingan politik.

Maklum saja, Airlangga saat ini merupakan ketua partai besar yang sudah mendeklarasikan diri mencalonkan Jokowi menjadi presiden lagi. "Bisa dibaca masyarakat seperti itu, hanya untuk dapat dukungan, komitmen dilupakan," katanya.

Lalu, apakah memudarnya konsistensi tersebut benar- benar nantinya akan berdampak ke kepercayaan masyarakat. Mari lihat pemilihan presiden 2019 mendatang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini