RAPBN 2025: MBDK Berlaku, Cukai Plastik dan Kenaikan Tarif Cukai Rokok Dihapus



KONTAN.CO.ID-JAKAKRTA Pemerintah mematok target penerimaan cukai sebesar Rp 244,19 triliun dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.

Angka tersebut meningkat 5,93% dibandingkan outlook tahun 2024 ini yang sebesar Rp 230,50 triliun.

Hanya saja, pemerintah tidak memasukkan intensifikasi kebijakan tarif cukai hasil tembakau (CHT) alias cukai rokok dalam RAPBN 2025.


Dalam buku II Nota Keuangan beserta RAPBN 2025, pemerintah tidak mencantumkan kenaikan tarif CHT dalam kebijakan utuk mendukung penerimaan cukai pada tahun depan.

Padahal, dalam dokumen KEM-PPKF 2025 sebelumnya, pemerintah menuliskan rencananya untuk kembali menaikkan tarif CHT dengan mekanisme tahun jamak atau multiyears serta menyederhanakan layer tarif CHT.

Baca Juga: Cukai Minuman Berpemanis bisa Bikin Saham MYOR, KINO, ICBP, hingga GOOD Tertekan

Saat dikonfirmasi, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nirwala Dwi Heryanto tidak mengiyakan apakah pemerintah akan menunda kenaikan tarif cukai rokok pada tahun depan.

Dirinya menyebut, arah kebijakan cukai pada tahun 2025 masih akan menunggu pembahasan dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Tentunya kita akan menunggu hasil pembahasan pemerintah dengan DPR dalam menetapkan APBN tahun 2025," ujar Nirwala kepada Kontan.co.id, Senin (26/8).

Selain tidak mencantumkan rencana kenaikan tarif CHT di RAPBN 2025, pemerintah juga menghapus rencananya untuk memungut cukai terhadap produk plastik.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu membeberkan alasan pemerintah menunda kebijakan cukai plastik di 2025.

Febrio bilang, saat ini pemerintah akan fokus terlebih dahulu untuk mengendalikan konsumsi gula berlebih, mengingat cukai merupakan instrumen untuk mengendalikan konsumsi terhadap barang-barang yang punya efek negatif.

"Kita melihat potensi. Karena alasannya kalau cukai adalah untuk mengendalikan konsumsi. Jadi kebijakan kita, karena kita ingin prioritas tentang kesehatan terkait dengan konsumsi gula," kata Febrio kepada awak media di Jakarta, belum lama ini.

Adapun pada tahun depan, pemerintah berencana akan menjalankan kebijakan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK). Hanya saja, pemerintah belum menargetkan besaran penerimaan yang akan didapat apabila pemerintah menjalankan kebijakan tersebut.

Namun pada tahun 2024 lalu, pemerintah sudah menargetkan cukai MBDK sebesar Rp 4,38 triliun dalam APBN 2024. 

Ekonom Celios Nailul Huda mengatakan bahwa sebenarnya kenaikan tarif CHT dan penerapan cukai MBDK bisa terapkan secara bersamaan. Ini bukan dilihat dari sisi penerimaannya saja, melainkan juga dari sisi pengendalian konsumsi.

"Jika konsumsi rokok dirasa kurang terkendali dengan tarif yang sekarang diterapkan, opsi menaikkan tarif CHT bisa dipertimbangkan," ujar Huda kepada Kontan.co.id, Senin (26/8).

Begitu juga dengan cukai MBDK yang sudah harus diterapkan mengingat sudah banyak kasus yang disebabkan oleh pemanis di minuman kemasan.

"Korbannya juga sudah ke anak-anak yang saya rasa menyebabkan penyakit kronis. Jadi pengenaan cukai MBDK bukan sebagai alasan tidak menaikkan tarif CHT," katanya.

Huda menyebut, cukai merupakan instrumen untuk mengendalikan konsumsi barang-barang yang dinilai mempunyai efek eksternalitas negatif terhadap masyarakat.

"Rokok, alkohol, MBDK, termasuk plastik harus dikenakan cukai. Berikan disintetif bagi masyarakat untuk tidak mengkonsumsi barang tersebut," jelas Huda.

Baca Juga: GAPMMI Sebut Penerapan Cukai Pangan Olahan Tak Efektif Tekan PTM

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Sulistiowati