Rapor investasi



Indonesia tetaplah darling pemodal asing. Data investasi kuartal III-2017 yang baru-baru ini dirilis oleh Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) menguatkan  kesimpulan tersebut.

BKPM mencatat, realisasi investasi kuartal III-2017 sebesar Rp 176,6 triliun. Nilai tersebut naik sekitar 3,4% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya dan naik 13,7% daripada periode yang sama tahun lalu.

Secara keseluruhan, komitmen investasi hingga September 2017 mencapai Rp 513,2 triliun, naik 13,2% dibanding periode sama tahun lalu. Investasi proyek baru mengambil porsi Rp 411,4 triliun, sedangkan Rp 101,8 triliun merupakan dana ekspansi perluasan usaha.


Dana investasi baru dari pemodal asing masih dominan. Hingga September 2017, asing menanam modal Rp 261,4 triliun di proyek baru, sementara pemodal lokal menginvestasikan Rp 150 triliun.

Boleh dibilang, ini adalah prestasi besar yang ditorehkan Indonesia. Manakala situasi global tidak menentu dan ekonomi domestik dihantui aneka ketidakpastian, arus investasi di Tanah Air masih tinggi. Bahkan porsi investasi baru ini lebih besar dibandingkan realisasi investasi baru sepanjang tahun 2012-2016 yang senilai total Rp 1.597,4 triliun.

Meski demikian, data-data penanaman modal ini menyisakan sejumlah catatan. Misalnya, kenaikan realisasi investasi ini tidak sejalan dengan jumlah penyerapan tenaga kerja. Bahkan daya serap tenaga kerjanya mengendur.

Lihat saja. Sepanjang kuartal III-2017, jumlah penyerapan tenaga kerja hanya sekitar 286.497 orang. Padahal di kuartal II-2017 terserap 345.243 tenaga kerja kendati dengan tingkat investasi lebih rendah.  

Catatan lain, realisasi investasi saat ini masih di bawah potensinya. Kini, porsi investasi Indonesia hanya sekitar 5% dari produk domestik bruto (PDB), jauh di bawah persentase negara-negara lain. DI Thailand, misalnya, porsinya sekitar 25%, sementara Filipina mencapai 27%.

Ihwal rendahnya porsi investasi terhadap ekonomi, itu agaknya berkaitan erat dengan berbagai ganjalan dan kendala yang ditemui pengusaha. Isu klasik adalah perizinan. Masalah lain pengetatan aturan impor barang serta kepastian reformasi pajak pasca amnesti pajak.

Soal reformasi pajak, misalnya, kini realisasi janji pemerintah benar-benar ditunggu. Kemampuan pemerintah membuktikan reformasi perpajakan bisa jadi selling point di masa depan. Sebaliknya jika terlalu lama ditunda, kepercayaan dunia usaha akan semakin habis.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi