JAKARTA. Kinerja perusahaan consumer goods sampai penutupan semester I ternyata tak kinclong. Mengikuti sektor lain, bahkan ketika momen puasa dan lebaran, emiten makanan dan minuman pun mengalami nasib serupa. Sebagai contoh, PT Mayora Indah Tbk (MYOR) yang mengalami penurunan pada penjualan bersih. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, pada semester pertama tahun ini penjualan bersih perseroan mencapai Rp 9,39 triliun. Nilai ini meningkat tipis 1,23% dibandingkan tahun lalu senilai Rp 9,28 triliun. Beban pokok penjualan juga meningkat tajam sehingga menggerus laba. Laba bruto perusahaan tercatat senilai Rp 2,11 triliun tahun ini. Nilai ini lebih rendah dibandingkan laba bruto tahun lalu yang mencapai Rp 2,53 triliun. Penurunan ini pun berdampak pada laba usaha dan laba bersih. Laba usaha turun dari nilai tahun lalu Rp 1,12 triliun menjadi Rp 992,6 miliar tahun ini. Sementara laba bersih yang dapat diatribusikan pada pemilik entitas induk juga turun dari Rp 591,24 miliar tahun lalu menjadi Rp 547,8 miliar taun ini. Penurunan juga terjadi pada kinerja PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Mengacu pada pada laporan keuangan perusahaan, penjualan bersih hanya tumbuh 2,49% menjadi Rp 21,26 triliun pada semester I tahun ini. Pertumbuhan tersebut lebih lemah dibanding semester I tahun lalu yang mencapai 10,43%. Analisis Ekuitas Mirae Asset Indonesia Christine Natasya menyebut, penurunan di sektor consumer goods ini juga merupakan dampak dari inflasi dan melemahnya ekonomi negara. Hal ini menyebabkan purchasing power menjadi ikut menurun. “Kuantiti produk tidak bisa dinaikkan dan perusahaan juga tidak bisa menaikkan harga,” ungkapnya saat dihubungi Kontan, Selasa (1/8). Ia mengungkapkan penurunan ini sama dngan yang terjadi padaretail di mana walaupun lebaran terjadi pada kuartal II tahun ini tetap tak bisa mendongkrak kinerja buruk di kuartal I. Berbeda dengan retailer fashion yang masih terus bertumbuh. Ia juga memprediksi, tren ini masih akan terus berlanjut di semester 2 untuk retailer space dan consumer goods. Perusahan tak bisa berbuat banyak untuk memperbaiki daya beli, selama ekonomi masih lemah dan tren phk masih tetap ada. “Satu-satunya yang bisa dikendalikan perusahaan untuk tidak agresif membuka toko atau meluncurkan produk baru sehingga bisa efisiensi biaya. Jadi walaupun margin expand, bottom line tetap bertumbuh,” ujarnya.
Rapor keuangan MYOR dan UNVR tertekan daya beli
JAKARTA. Kinerja perusahaan consumer goods sampai penutupan semester I ternyata tak kinclong. Mengikuti sektor lain, bahkan ketika momen puasa dan lebaran, emiten makanan dan minuman pun mengalami nasib serupa. Sebagai contoh, PT Mayora Indah Tbk (MYOR) yang mengalami penurunan pada penjualan bersih. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan, pada semester pertama tahun ini penjualan bersih perseroan mencapai Rp 9,39 triliun. Nilai ini meningkat tipis 1,23% dibandingkan tahun lalu senilai Rp 9,28 triliun. Beban pokok penjualan juga meningkat tajam sehingga menggerus laba. Laba bruto perusahaan tercatat senilai Rp 2,11 triliun tahun ini. Nilai ini lebih rendah dibandingkan laba bruto tahun lalu yang mencapai Rp 2,53 triliun. Penurunan ini pun berdampak pada laba usaha dan laba bersih. Laba usaha turun dari nilai tahun lalu Rp 1,12 triliun menjadi Rp 992,6 miliar tahun ini. Sementara laba bersih yang dapat diatribusikan pada pemilik entitas induk juga turun dari Rp 591,24 miliar tahun lalu menjadi Rp 547,8 miliar taun ini. Penurunan juga terjadi pada kinerja PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Mengacu pada pada laporan keuangan perusahaan, penjualan bersih hanya tumbuh 2,49% menjadi Rp 21,26 triliun pada semester I tahun ini. Pertumbuhan tersebut lebih lemah dibanding semester I tahun lalu yang mencapai 10,43%. Analisis Ekuitas Mirae Asset Indonesia Christine Natasya menyebut, penurunan di sektor consumer goods ini juga merupakan dampak dari inflasi dan melemahnya ekonomi negara. Hal ini menyebabkan purchasing power menjadi ikut menurun. “Kuantiti produk tidak bisa dinaikkan dan perusahaan juga tidak bisa menaikkan harga,” ungkapnya saat dihubungi Kontan, Selasa (1/8). Ia mengungkapkan penurunan ini sama dngan yang terjadi padaretail di mana walaupun lebaran terjadi pada kuartal II tahun ini tetap tak bisa mendongkrak kinerja buruk di kuartal I. Berbeda dengan retailer fashion yang masih terus bertumbuh. Ia juga memprediksi, tren ini masih akan terus berlanjut di semester 2 untuk retailer space dan consumer goods. Perusahan tak bisa berbuat banyak untuk memperbaiki daya beli, selama ekonomi masih lemah dan tren phk masih tetap ada. “Satu-satunya yang bisa dikendalikan perusahaan untuk tidak agresif membuka toko atau meluncurkan produk baru sehingga bisa efisiensi biaya. Jadi walaupun margin expand, bottom line tetap bertumbuh,” ujarnya.