JAKARTA. Pengelolaan gambut yang benar menjadi salah satu solusi mengatasi kebakaran gambut yang sempat menghebohkan di penghujung tahun lalu. Model pengelolaan gambut yang dikembangkan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dinilai bisa jadi rujukan dalam tata kelola pengelolaan gambut yang baik di Indonesia. Sebab pengelolaan gambut ini menggunakan teknologi pemadatan tanah, sistem drainase dan tata kelola air yang baik. Hal itu dikemukakan Lulie Melling, Director of Tropical Peat Research Laboratory Unit (TPRL) Malaysia dalam keterangan tertulis, Rabu (13/1). Ia menjelaskan, teknologi tersebut memastikan sumber daya gambut bisa dikelola secara berkelanjutan. Ia bilang, RAPP juga membantu konsesi masyarakat di sekitar kawasan konsesinya dengan teknik pemadatan tanah dan ini akan menjadikan gambut sulit terbakar. Menurut Lulie, tata kelola yang dilakukan RAPP, tidak banyak berbeda dengan pengelolaan gambut yang dilakukannya di Sarawak, Malaysia, “Di sana (Sarawak) terdapat 1,6 juta hektare lahan gambut atau 13% dari luas daratan. Sarawak yang merupakan kawasan gambut yang terkelola dan tidak pernah terbakar,” ujarnya. Contoh pengelolaan gambut yang baik selain ada di Sarawak juga ada di kawasan konsesi RAPP. Hanya untuk menjaga kawasan gambut tetap lestari, penerapannya dilakukan secara bersama mulai dari petani kecil hingga korporasi besar. Kesadaran mengenai pentingnya teknologi itu seharusnya dikomunikasikan akademisi kepada para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, pengambil keputusan industri dan pekerja. Ia mendorong agar akademi di Indonesia melakukan banyak kajian ilmiah yang hasilnya disosialisasikan agar ada pemahaman yang sama mengenai tata kelola gambut. Sebelumnya, pakar tanah dan gambut dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr. Basuki Sumawinata menyatakan tanaman akasia secara karakteristik sangat cocok untuk merehabilitasi lahan gambut yang telah rusak akibat salah pengelolaan di masa lalu. Menurutnya, tanaman akasia bisa bertahan di lahan gambut yang rusak dan miskin unsur hara. Basuki mengatakan untuk merehabilitasi lahan gambut memerlukan biaya yang tidak sedikit sehingga perlu dipertimbangkan menggandeng pihak perusahaan dengan modal yang tinggi. Masalahnya, rehabilitasi gambut rusak tidak cukup hanya dengan menanam bibit pohon dan pupuk biasa.
RAPP kembangkan teknologi pengelolaan gambut
JAKARTA. Pengelolaan gambut yang benar menjadi salah satu solusi mengatasi kebakaran gambut yang sempat menghebohkan di penghujung tahun lalu. Model pengelolaan gambut yang dikembangkan PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dinilai bisa jadi rujukan dalam tata kelola pengelolaan gambut yang baik di Indonesia. Sebab pengelolaan gambut ini menggunakan teknologi pemadatan tanah, sistem drainase dan tata kelola air yang baik. Hal itu dikemukakan Lulie Melling, Director of Tropical Peat Research Laboratory Unit (TPRL) Malaysia dalam keterangan tertulis, Rabu (13/1). Ia menjelaskan, teknologi tersebut memastikan sumber daya gambut bisa dikelola secara berkelanjutan. Ia bilang, RAPP juga membantu konsesi masyarakat di sekitar kawasan konsesinya dengan teknik pemadatan tanah dan ini akan menjadikan gambut sulit terbakar. Menurut Lulie, tata kelola yang dilakukan RAPP, tidak banyak berbeda dengan pengelolaan gambut yang dilakukannya di Sarawak, Malaysia, “Di sana (Sarawak) terdapat 1,6 juta hektare lahan gambut atau 13% dari luas daratan. Sarawak yang merupakan kawasan gambut yang terkelola dan tidak pernah terbakar,” ujarnya. Contoh pengelolaan gambut yang baik selain ada di Sarawak juga ada di kawasan konsesi RAPP. Hanya untuk menjaga kawasan gambut tetap lestari, penerapannya dilakukan secara bersama mulai dari petani kecil hingga korporasi besar. Kesadaran mengenai pentingnya teknologi itu seharusnya dikomunikasikan akademisi kepada para pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, pengambil keputusan industri dan pekerja. Ia mendorong agar akademi di Indonesia melakukan banyak kajian ilmiah yang hasilnya disosialisasikan agar ada pemahaman yang sama mengenai tata kelola gambut. Sebelumnya, pakar tanah dan gambut dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr. Basuki Sumawinata menyatakan tanaman akasia secara karakteristik sangat cocok untuk merehabilitasi lahan gambut yang telah rusak akibat salah pengelolaan di masa lalu. Menurutnya, tanaman akasia bisa bertahan di lahan gambut yang rusak dan miskin unsur hara. Basuki mengatakan untuk merehabilitasi lahan gambut memerlukan biaya yang tidak sedikit sehingga perlu dipertimbangkan menggandeng pihak perusahaan dengan modal yang tinggi. Masalahnya, rehabilitasi gambut rusak tidak cukup hanya dengan menanam bibit pohon dan pupuk biasa.