Rasio likuiditas bank umum syariah masih longgar, ini sebabnya



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sampai dengan Agustus 2018 lalu, likuiditas perbankan syariah masih terbilang longgar bila dibandingkan dengan bank konvensional. Statistik Perbankan Syariah (SPS) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukan, per Agustus 2018 financing to deposit ratio (FDR) bank umum syariah (BUS) hanya 80,45%, turun dari Agustus 2017 sebesar 81,78%. Sementara LDR bank konvensional ada di kisaran 92%-93%.

Ini menandakan, ruang pembiayaan BUS masih terbuka cukup lebar paling tidak sampai dengan akhir tahun. Sebab, pertumbuhan pembiayaan BUS hingga Agustus 2018 juga belum deras atau hanya naik 4,65% secara year on year (yoy). Sementara dana pihak ketiga (DPK) tumbuh sedikit lebih tinggi yakni 6,37% yoy.

Sejumlah bank syariah menyebut, masih longgarnya FDR BUS untuk menjaga kualitas pembiayaan alias non performing financing (NPF).


Presiden Direktur PT Bank BCA Syariah John Kosasih menilai, walau secara industri, bank tengah mengalami pengetatan likuiditas, permintaan atas penyaluran pembiayaan maupun kredit cenderung melambat. Faktor ini yang juga dinilai menjadi penyebab masih longgarnya FDR BUS secara industri.

Di BCA Syariah sendiri, FDR per kuartal III 2018 mencapai 89,43% atau lebih ketat dibanding rata-rata industri. John beranggapan, walau FDR meningkat dan cenderung mengetat, itu tak menjadi persoalan. Sebab, porsi modal BCA Syariah masih tinggi, ditandai dengan rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) yang mencapai 24,8% per September 2018 lalu.

"Kalau CAR kami berada di level belasan, maka FDR juga pasti akan rendah, karena tidak bisa melakukan ekspansi pembiayaan" katanya kepada Kontan.co.id, Kamis (8/11). Dengan mempertimbangkan posisi modal tersebut, BCA Syariah tetap akan mendorong pembiayaan.

"Kalau diperhatikan BUS yang besar, kalau CAR mepet maka tidak bisa menyalurkan pembiayaan dan growth-nya pasti rendah. Dengan demikian FDR akan turun," kata John.

Justru, menurut John, bila sebuah bank memiliki modal atau CAR yang tipis tapi FDR-nya tinggi, itu justru harus diperhatikan. Karena bisa saja, kualitas pembiayaan menurun.

Sampai dengan kuartal III 2018, pembiayaan BCA Syariah tumbuh 34% yoy menjadi Rp 4,7 triliun. Sementara DPK tumbuh lebih lambat sebesar 20,1% menjadi Rp 5,3 triliun.

Sementara, PT Bank Syariah Mandiri atau Mandiri Syariah hingga kuartal III 2018, masih memiliki FDR cukup longgar yakni 79,08%. Direktur Keuangan Mandiri Syariah Ade Cahyo Nugroho mengatakan, masih rendahnya FDR karena pihaknya berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan.

Maklum, Mandiri Syariah memang tengah berupaya menurunkan rasio NPF. Terbukti di kuartal III 2018 lalu, NPF Mandiri Syariah turun dari 4,69% menjadi 3,65% secara gross.

Sementara secara NPF net, turun 61 basis poin (bps) menjadi 2,51%. Hingga akhir tahun ini, Ade menargetkan, NPF akan ada di level 3,5%.

Di sisi pembiayaan, Mandiri Syariah tetap membukukan pertumbuhan sebesar 11,11% per September 2018. Sementara DPK tumbuh 10,07% secara yoy hingga kuartal III tahun ini.

Dus, hingga akhir tahun FDR Mandiri Syariah akan dijaga di kisaran 80% dengan asumsi pertumbuhan pembiayaan dan DPK sebesar 12% hingga akhir tahun. "FDR memang belum banyak beranjak naik, karena kami konservatif dalam menyikapi pertumbuhan pembiayaan kami. Maka FDR kami jaga di 79%-80%," tuturnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat