Rasio Pajak Indonesia Masih Rendah, Ini yang Harus Dilakukan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasubdit Peraturan PPN Perdagangan, Jasa dan Pajak Tidak Langsung Lainnya Direktorat Jenderal Paja Bonarsisus Sipayung mengakui bahwa rasio pajak (tax ratio) Indonesia cenderung naik turun. Bahkan rasio pajak Indonesia termasuk rendah jika dibandingkan dalam negara-negara G20 lainnya.

"Tax ratio itu menjadi salah satu indikator kinerja perpajakan. Dalam dasawarsa terakhir tax ratio Indonesia naik turun," ujar Bonarsius kepada Kontan.co.id, Senin (21/11).

Berdasarkan data Kementerian Keuangan, rasio pajak pada tahun 2019 mencapi 8,42% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kemudian pada tahun 2020 menurun menjadi 6,95% terhadap PDB. 


Baca Juga: Penyebab Rasio Pajak Masih Belum Optimal

Meskipun pada akhirnya, di tahun 2021 kembali naik menjadi 7,53% namun angka tersebut masih rendah jika dibandingkan dengan rasio pajak 2019. Begitu juga dengan rasio pajak yang hanya ditargetkan sebesar 8,17% pada tahun 2030, atau lebih rendah dibandingkan dengan outlook tahun ini yang sebesar 8,35%.

Bonar mengatakan, apabila dilihat secara spesifik, rasio pajak penghasilan (PPh) hanya sekitar 5%, serta pajak pertambahan nilai (PPN) sekitar 4%, dan sisanya adalah pajak lainnya. Jika dibandingkan dengan tarif PPN 11% dan PPh Badan 20% bahkan PPh OP yang bisa sampai 35%, mengindikasikan bahwa belum optimalnya kinerja perpajakan.

"Fenomena ini menarik untuk didalami, karena banyak variabel yang berpengaruh dengan kinerja perpajakan," katanya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan, rasio pajak merupakan perbandingan penerimaan pajak terhadap produk domestik bruto. Rasio ini menjadi salah satu alat ukur untuk menilai kinerja penerimaan pajak di suatu negara.

Meski rasio pajak tidak menjadi satu-satunya indikator untuk mengukur kinerja pajak. Akan tetapi, menurutnya, hingga saat ini rasio pajak dianggap dapat memberi gambaran umum atas kondisi perpajakan di suatu negara.

Untuk itu, supaya dapat meningkatkan rasio pajak di tahun depan, Prianto menyarankan pemerintah agar otoritas pajak dapat lebih fokus pada jenis pajak berupa PPh dan PPN. Berdasarkan hitungannya dengan melihat tabel penerimaan APBN 2023, gabungan PPh dan PPN/PPnBM telah mencapai 83,02% dari total keseluruhan penerimaan pajak.

Baca Juga: Tax Ratio Indonesia Cenderung Rendah, Ini Penyebabnya

Dari dua jenis pajak tersebut, kata Prianto, sebagian besar penerimaan pajak (80%-85% dari penerimaan pajak nasional) ada di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Wajib Pajak Besar, KPP Khusus, dan KPP Madya. Ketika kelompok KPP tersebut sering disebut sebagai KPP BKM.

Selain itu, diperlukan juga ekstensifikasi dan intensifikasi pengawasan kepatuhan material untuk wajib pajak (WP) strategis di KPP BKM. Kemudian juga otoritas pajak dapat lebih fokus pada penambahan WP strategis di KPP Madya agar pengawasan kepatuhan pajak melalui data matching lebih optimal dan intensif.

"Terus membangun kepatuhan sukarela dengan sosialisasi dan pelayanan (service) agar tingkat kepercayaan (trust) wajib pajak meningkat," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .