KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Likuiditas bank syariah pada kuartal III 2018 lalu cenderung mengalami pelonggaran. Merujuk Statistik Perbankan Syariah (SPS) yang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Agustus 2018 menunjukan finance to deposit ratio (FDR) bank umum syariah (BUS) ada di level 80,45%. Posisi ini cenderung turun dari posisi pada tahun sebelumnya 81,78%. Meski begitu, FDR unit usaha syariah (BUS) justru sangat ketat. Per Agustus 2018 lalu posisinya bahkan mencapai 111,76% naik dari posisi 99,14%. Praktis sudah berada jauh di atas prudential limit di level 92%. Bila ditelusuri, hal tersebut dikarenakan pertumbuhan pembiayaan UUS per Agustus 2018 lalu sangat pesat yakni menembus 33,47% secara year on year (yoy). Sementara dana pihak ketiga (DPK) UUS hanya mampu tumbuh 18,4% yoy di bulan yang sama. Hal yang sama terjadi pada UUS PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) alias BTN Syariah. Pasalnya, per kuartal III 2018 lalu BTN Syariah mencatatkan FDR menembus 106,65% atau naik dari 95,11% dibanding periode kuartal III 2017. Direktur Konsumer BTN Budi Satria menjelaskan FDR UUS BTN yang tinggi merupakan hal yang wajar. Pasalnya mayoritas pembiayaan perseroan merupakan perumahan yang bersifat jangka panjang. Sementara mayoritas pendanaan di BTN Syariah berasal dari jangka pendek alias DPK. "Strategi likuiditas UUS BTN saat ini adalah berupaya mencari sumber pendanaan disamping DPK seperti pinjaman sekuritisasi EBA SP dan KIK EBA.," katanya kepada Kontan.co.id, Kamis (8/11). Dengan mempertimbangkan tren kenaikan suku bunga saat ini dan semakin tinggi di kuartal IV 2018 ini, BTN memperkirakan FDR sampai akhir tahun masih akan ada di atas 100%. "Namun kami terus berusaha memperoleh tingkat FDR yang reasonable," imbuhnya. UUS PT Bank CIMB Niaga Tbk atau CIMB NIAGA Syariah juga mencatatkan kenaikan FDR cukup deras yakni dari 87,37% di kuartal III 2017 menjadi 108,84% di kuartal III 2018 lalu. Direktur Perbankan Syariah CIMB Niaga Pandji P Djajanegara menjelaskan, naiknya FDR tersebut utamanya didorong oleh realisasi pembiayaan CIMB Niaga Syariah yang tumbuh drastis 62,5% yoy di kuartal III 2018 lalu. Sementara itu, pertumbuhan DPK baru sebesar 30,4%. Untuk mengantisipasi pengetatan yang berlanjut, UUS CIMB Niaga memang berniat untuk menerima tambahan dana segar sebesar Rp 1 triliun pada November 2018 mendatang yang berasal dari penerbitan sukuk. "Ke depan CIMB Niaga Syariah akan berusaha memperkecil FDR ini dengan mencari sumber dana yang lebih murah," katanya. Namun Pandji menyebut, bahwa kondisi pasar perbankan saat ini memang menunjukan pengetatan dana, baik di konvensional maupun syariah posisi LDR secara umum ada di level 92% per September 2018. Pengetatan tersebut juga salah satunya disebabkan oleh naiknya suku bunga acuan Bank Indonesia yang menyebabkan bank berlomba menaikkan suku bunga. Walau sebenarnya banyak alternatif pendanaan yang bisa ditempuh oleh CIMB Niaga Syariah seperti sukuk, sekuritisasi aset, maupun pasar uang. Pandji memilih untuk tidak terlalu banyak mengambil dana dari opsi tersebut lantaran memiliki beban bunga yang terbilang tinggi yang bisa menyebabkan bunga kredit ke nasabah ikut naik. "Sampai akhir tahun diperkirakan kenaikan pembiaaan akan terus melaju sehingga pasti akan ada persaingan diantara bank dalam proses penghimpunan dana, yang berakibat rate (bunga) bisa saja masih mengalami koreksi," jelasnya. Berbeda dengan kedua UUS tersebut, PT Bank BRI Syariah Tbk justru mengatakan posisi FDR di kuartal III 2018 lalu terbilang cukup rendah alias longgar. Sekretaris Perusahaan BRI Syariah Indri Tri Handayani mengungkapkan pada September 2018 lalu posisi FDR perseroan ada di level 76%. Masih longgarnya rasio likuiditas tersebut menurut Indri dikarenakan adanya dana haji yang masuk ke dalam instrumen DPK. "FDR saat ini 76%. FDR rendah karena DPK naik dengan adanya dana haji," singkatnya. Pada akhir tahun 2018 mendatang, BRI Syariah menyebut setidaknya FDR dapat terjaga di level 80%. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Rasio pembiayaan unit usaha syariah mengetat ke 111%
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Likuiditas bank syariah pada kuartal III 2018 lalu cenderung mengalami pelonggaran. Merujuk Statistik Perbankan Syariah (SPS) yang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Agustus 2018 menunjukan finance to deposit ratio (FDR) bank umum syariah (BUS) ada di level 80,45%. Posisi ini cenderung turun dari posisi pada tahun sebelumnya 81,78%. Meski begitu, FDR unit usaha syariah (BUS) justru sangat ketat. Per Agustus 2018 lalu posisinya bahkan mencapai 111,76% naik dari posisi 99,14%. Praktis sudah berada jauh di atas prudential limit di level 92%. Bila ditelusuri, hal tersebut dikarenakan pertumbuhan pembiayaan UUS per Agustus 2018 lalu sangat pesat yakni menembus 33,47% secara year on year (yoy). Sementara dana pihak ketiga (DPK) UUS hanya mampu tumbuh 18,4% yoy di bulan yang sama. Hal yang sama terjadi pada UUS PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) alias BTN Syariah. Pasalnya, per kuartal III 2018 lalu BTN Syariah mencatatkan FDR menembus 106,65% atau naik dari 95,11% dibanding periode kuartal III 2017. Direktur Konsumer BTN Budi Satria menjelaskan FDR UUS BTN yang tinggi merupakan hal yang wajar. Pasalnya mayoritas pembiayaan perseroan merupakan perumahan yang bersifat jangka panjang. Sementara mayoritas pendanaan di BTN Syariah berasal dari jangka pendek alias DPK. "Strategi likuiditas UUS BTN saat ini adalah berupaya mencari sumber pendanaan disamping DPK seperti pinjaman sekuritisasi EBA SP dan KIK EBA.," katanya kepada Kontan.co.id, Kamis (8/11). Dengan mempertimbangkan tren kenaikan suku bunga saat ini dan semakin tinggi di kuartal IV 2018 ini, BTN memperkirakan FDR sampai akhir tahun masih akan ada di atas 100%. "Namun kami terus berusaha memperoleh tingkat FDR yang reasonable," imbuhnya. UUS PT Bank CIMB Niaga Tbk atau CIMB NIAGA Syariah juga mencatatkan kenaikan FDR cukup deras yakni dari 87,37% di kuartal III 2017 menjadi 108,84% di kuartal III 2018 lalu. Direktur Perbankan Syariah CIMB Niaga Pandji P Djajanegara menjelaskan, naiknya FDR tersebut utamanya didorong oleh realisasi pembiayaan CIMB Niaga Syariah yang tumbuh drastis 62,5% yoy di kuartal III 2018 lalu. Sementara itu, pertumbuhan DPK baru sebesar 30,4%. Untuk mengantisipasi pengetatan yang berlanjut, UUS CIMB Niaga memang berniat untuk menerima tambahan dana segar sebesar Rp 1 triliun pada November 2018 mendatang yang berasal dari penerbitan sukuk. "Ke depan CIMB Niaga Syariah akan berusaha memperkecil FDR ini dengan mencari sumber dana yang lebih murah," katanya. Namun Pandji menyebut, bahwa kondisi pasar perbankan saat ini memang menunjukan pengetatan dana, baik di konvensional maupun syariah posisi LDR secara umum ada di level 92% per September 2018. Pengetatan tersebut juga salah satunya disebabkan oleh naiknya suku bunga acuan Bank Indonesia yang menyebabkan bank berlomba menaikkan suku bunga. Walau sebenarnya banyak alternatif pendanaan yang bisa ditempuh oleh CIMB Niaga Syariah seperti sukuk, sekuritisasi aset, maupun pasar uang. Pandji memilih untuk tidak terlalu banyak mengambil dana dari opsi tersebut lantaran memiliki beban bunga yang terbilang tinggi yang bisa menyebabkan bunga kredit ke nasabah ikut naik. "Sampai akhir tahun diperkirakan kenaikan pembiaaan akan terus melaju sehingga pasti akan ada persaingan diantara bank dalam proses penghimpunan dana, yang berakibat rate (bunga) bisa saja masih mengalami koreksi," jelasnya. Berbeda dengan kedua UUS tersebut, PT Bank BRI Syariah Tbk justru mengatakan posisi FDR di kuartal III 2018 lalu terbilang cukup rendah alias longgar. Sekretaris Perusahaan BRI Syariah Indri Tri Handayani mengungkapkan pada September 2018 lalu posisi FDR perseroan ada di level 76%. Masih longgarnya rasio likuiditas tersebut menurut Indri dikarenakan adanya dana haji yang masuk ke dalam instrumen DPK. "FDR saat ini 76%. FDR rendah karena DPK naik dengan adanya dana haji," singkatnya. Pada akhir tahun 2018 mendatang, BRI Syariah menyebut setidaknya FDR dapat terjaga di level 80%. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News