KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan keuangan mengalami penurunan peringkat utang. Kondisi makro ekonomi yang tertekan sentimen global, termasuk di antaranya tren kenaikan suku bunga global, membuat risiko utang sejumlah korporasi meningkat. Berdasarkan rangkuman kegiatan PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) periode 13 April-17 Juli 2018, dari 23 entitas (tidak termasuk Efek Beragun Aset) tiga di antaranya, mengalami penurunan peringkat. Ketiga perusahaan yang mengalami penurunan peringkat berasal dari sektor keuangan. Peringkat utang perusahaan tersebut antara lain turun lantaran kinerja yang kurang memuaskan. "Ada pengaruh juga penurunan kinerja akibat kondisi makro, ada beberapa entitas yang terkena dampak cukup signifikan dari kondisi makro ini dan akhirnya peringkat diturunkan," kata Hendro Utomo,
Financial Institution Ratings Director Pefindo, Selasa (31/7).
Pefindo menurunkan peringkat Obligasi Subordinasi Berkelanjutan I 2017 dan Obligasi Subordinasi IV 2014 milik PT Bank Mayapada Internasional (
MAYA) dari idBBB+ menjadi idBBB. Pefindo juga menurunkan peringkat obligasi Subrodinasi III 2013 milik MAYA dari idA- menjadi idBBB+. Peringkat utang MAYA juga turun dari idA menjadi idA-. Analis Pefindo Putri Amanda mengatakan, penurunan peringkat Bank Mayapada didorong melemahnya kualitas aset, yang diprediksi tidak akan membaik secara signifikan dalam jangka menengah. Bank ini mengalami tingginya rasio kredit bermasalah, yakni di level 3,7% pada 31 Maret 2018 dan 5,6% di 31 Desember 2017 silam. Pefindo juga menurunkan peringkat surat utang Bank Bukopin (
BBKP), yaitu Obligasi Subordinasi Berkelanjutan I 2012 dari idA menjadi id BBB+ dan menurunkan Obligasi Subordinasi Berkelanjutan II 2015 dari idA- menjadi idBBB. Sedang peringkat surat utang BBKP turun dari idA+ menjadi idA. Terakhir, Pefindo menarik pemeringkatan perusahaan dan surat utang yang dikeluarkan untuk PT Sunprima Nusantara Pembiayaan (SNP Finance). Selain itu, I Made Adi Saputra Analis Fixed Income MNC Sekuritas menyebut peringkat utang sejumlah perusahaan turun karena faktor kelalaian. Misal, SNP Finance tersandung gagal bayar surat utang. Margin turun Hendro memprediksi secara umum kinerja sektor perbankan masih akan stabil. Namun, ia tak memungkiri kenaikan suku bunga acuan akan berdampak negatif bagi sektor ini. "Kalau suku bunga naik dan diikuti dengan naiknya bunga kredit, target pertumbuhan kredit masing-masing bank bisa tertekan," kata Hendro. Dari sisi pendanaan, kenaikan suku bunga bisa menekan profitabilitas perusahaan sektor keuangan. Emiten di sektor ini tentu berharap mendapat imbal hasil yang lebih tinggi sesuai dengan kondisi suku bunga di pasar. Tapi jika hal tersebut tidak dibarengi kenaikan pinjaman kredit, maka margin di sektor keuangan berpotensi turun. "Tren margin perbankan bisa turun dari sekitar 5,5% menjadi 5%," kata Hendro.
Meski begitu, investor tak perlu khawatir. Made menyebut bank buku IV masih bisa menjaga margin bunga bersih atau
net interest margin (NIM) karena memiliki modal kuat. Tetapi bank buku I, II dan III biasanya langsung menerima dampak negatif kenaikan suku bunga. Made menyarankan investor selektif memilih surat utang dari sektor keuangan. Masih ada emiten sektor yang kinerjanya baik. "Tidak hanya tertarik dengan tawaran kupon tinggi, melainkan juga harus sadar akan risiko gagal bayar," kata Made. Penurunan peringkat obligasi menandakan adanya risiko gagal bayar. Selain itu, penurunan peringkat obligasi biasanya diikuti merosotnya jumlah investor pemegang obligasi, sehingga likuiditas jadi rendah. "Investor harus siap dengan tantangan gagal bayar," kata Made. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia